JAKARTA - Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota Komisi VIII DPR-RI Hidayat Nur Wahid mengevaluasi adanya kuota yang tidak terserap pada penyelenggaraan haji tahun 2025.
HNW sapaan akrabnya menyebut laporan Menteri Agama, Nazaruddin Umar, ternyata ada kuota haji yang tidak terserap; untuk haji reguler sebanyak 171 kuota, sementara haji khusus sebanyak 148 kuota.
“Memang jumlahnya tidak besar, kurang dari 1 persen dari total kuota haji Indonesia. Tapi jika melihat antrean panjang baik di haji reguler maupun haji khusus, maka setiap kuota yang kita miliki harus optimal penyerapannya, agar dapat mengurangi masa tunggu calon jamaah haji Indonesia,” disampaikan Hidayat pada Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII terkait evaluasi penyelenggaraan haji tahun 2025 bersama Menteri Agama, Kepala BP Haji, dan Kepala BPKH, Rabu (27/8).
Anggota DPR-RI Dapil DKI Jakarta II ini menyebutkan, berdasarkan kanal informasi haji Kementerian Agama, di Jakarta misalnya estimasi waktu tunggu keberangkatan haji sekitar 28 tahun. Antrean terlama ada di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan yakni 47 tahun.
Apalagi, lanjutnya, dengan adanya temuan kasus transaksi kuota haji yang sedang berkembang di Komisi Pemberantasan Korupsi, akan menjadi perhatian masyarakat jika ternyata ada juga kuota haji yang tidak terserap.
“Sehingga mestinya Pemerintah perlu memberikan penjelasan terbuka kenapa bisa ada kuota tidak terserap, padahal di saat yang sama kita selalu mengupayakan adanya tambahan kuota, untuk memotong antrean haji yang berkepanjangan itu,” kata HNW.
Selain soal kuota haji, HNW juga menyoroti soal adanya kasus deportasi salah satu jamaah karena memiliki catatan imigrasi di Saudi. Seharusnya, hal tersebut sudah bisa diantisipasi sejak awal, bukan baru diketahui dan jadi masalah ketika jamaah sudah tiba di Arab Saudi.
Dirinya menekankan, ke depan kementerian Haji dan Umrah harus lebih baik dalam koordinasi dan kerja sama antara Kementerian-Kementerian yang terkait dengan penyelenggaraan Haji. Koordinasi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Saudi harus lebih intensif agar tidak terjadi lagi kasus serupa, yang tentu memberikan dampak psikologis dan sosiologis yang berat bagi jemaah haji.
Kementerian Haji juga harus mampu menyerap habis kuota haji, sehingga perjuangan untuk penambahan kuota haji Indonesia misalnya melalui usulan kuota haji tidak lagi 1:1000 tapi 2 : 1000, makin bisa dipertimbangkan.
“Kementerian Haji juga penting melaksanakan aspirasi publik yang bertemu dengan usulan Presiden Prabowo yaitu agar biaya haji bisa lebih murah antara lain dengan mengurangi masa tinggal di Saudi bagi jemaah haji reguler cukup 30 hari saja dari semula 40 hari, melalui maksimalisasi lobi untuk aktivasi bandara-bandara internasional di sekitar Makah dan Medinah, selain dua bandara di Jeddah dan Medinah yang sudah biasa dipakai, seperti bandara di Thaif, Yanbu’ dan Qashim. Juga memperjuangkan penurunan biaya haji melalui rasionalisasi harga tiket bagi jemaah haji,” pungkasnya.