JAKARTA - Seluruh fraksi di Komisi VIII DPR RI menyatakan persetujuannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) untuk disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (26/8/2025) esok hari.
Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah yang dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM, Perwakilan dari Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri-PAN RB, Menteri Sekretaris Negara, serta perwakilan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyatakan keputusan tingkat I telah diambil secara bulat. “Rapat tadi sudah diambil keputusan di tingkat I. Catatan dari pandangan fraksi-fraksi maupun pemerintah tidak ada. Bulat menerima dan menyetujui untuk dibawa ke pengambilan keputusan berikutnya,” ujar Marwan dalam keterangannya.
Marwan menambahkan, meski dalam pembahasan sempat terjadi perdebatan, seluruh isu krusial dapat diselesaikan. “Pada akhirnya, fraksi-fraksi tidak lagi memiliki catatan, sehingga RUU ini siap dibawa ke paripurna,” kata Politisi Fraksi PKB ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Haji dan Umrah, Singgih Januratmoko, menjelaskan beberapa poin penting yang menjadi bahan perdebatan panjang sebelum disepakati.
Pertama, pengaturan mengenai tugas penyelenggaraan haji di daerah yang sebelumnya tidak diatur, kini dipertegas dalam dua level pengaturan. Kedua, penegasan kelembagaan yang kini berada di bawah kementerian, bukan badan tersendiri. Ketiga, mengenai kuota haji khusus yang diputuskan tetap sebesar 8 persen tanpa adanya kelas minimal maupun maksimal.
Selain itu, Panja bersama pemerintah juga menyepakati bahwa setiap tambahan kuota haji akan diputuskan melalui pembahasan bersama antara DPR RI dan Pemerintah.
Marwan menegaskan, Komisi VIII berharap RUU ini dapat segera disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI terdekat agar dapat menjadi landasan hukum dalam penyelenggaraan haji di musim selanjutnya.
“Kita berharap kekacauan penempatan jemaah (haji) di tahun 2025 ini tidak terjadi lagi. Dengan undang-undang ini, penyelenggaraan haji bisa ditata lebih baik, sesuai dengan dinamika di Arab Saudi dan peningkatan layanan dari Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Marwan mengungkapkan rencana inovasi untuk mengurangi durasi perjalanan haji dari 41 hari menjadi 30 hari, demi menekan biaya sekaligus meningkatkan kualitas layanan jemaah. “Jika Presiden berkenan dan ada kesepakatan dengan pihak Arab Saudi, termasuk pemanfaatan bandara di To’if, hal ini bisa dilaksanakan,” katanya.
Sementara itu, terkait kuota tambahan, Komisi VIII menekankan agar tidak merugikan jemaah reguler yang telah lama menunggu antrean. “Tambahan kuota haji bisa saja 10 ribu, 20 ribu, atau 30 ribu, namun hal itu harus dibahas bersama karena berimplikasi pada kemampuan keuangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH),” kata Marwan.
Sebagai catatan, pada musim haji 2025, Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 241.000 jemaah, terdiri atas 221.000 kuota haji reguler dan 20.000 kuota haji khusus. Dengan RUU baru ini, DPR RI berharap tata kelola kuota, pembiayaan, serta pelayanan jemaah haji dapat lebih transparan, efisien, dan berkeadilan.