JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Herry Dermawan menyoroti persoalan stok dan harga beras yang hingga kini masih menimbulkan kebingungan di masyarakat. Menurutnya, stok yang banyak tidak otomatis membuat harga beras stabil, sehingga pemerintah tidak boleh hanya berbangga dengan jumlah cadangan pangan yang ada.
"Jangan bangga dengan stoknya, tapi lebih baik produktivitas kita tinggi. Kami bangga dengan stok yang tinggi. Namun, alangkah membanggakan lagi adalah ketika stok tersebut diikuti ketentraman masyarakat terhadap beras. Karena isu beras mudah disalahgunakan,” kata Herry dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pangan Nasional serta Direktur Utama Perum Bulog, Kamis (21/8/2025).
Herry menjelaskan, masyarakat kerap mendapat informasi bahwa stok beras nasional melimpah, namun di sisi lain harga tetap mengalami kenaikan. Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa stok yang besar tidak memberikan dampak nyata bagi rakyat.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah memperhatikan sistem distribusi beras dengan prinsip “masuk pertama, keluar pertama” agar kualitas beras tidak menurun akibat terlalu lama disimpan.
Lebih lanjut, Herry menyinggung program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang menurut laporan baru terealisasi sekitar 15 persen, dari target 1,5 juta ton. Ia mempertanyakan penyebab rendahnya capaian tersebut.
“Target SPHP 1,5 juta ton bukan sekadar angka. Tapi realisasinya baru 230 ribu ton atau sekitar 15 persen. Ini terlalu rendah. Apa hambatannya? Apakah berasnya sudah ada di masyarakat, atau ada masalah lain?” ujarnya.
Herry juga menyoroti perbedaan harga beras di lapangan yang masih jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET). Menurutnya, pemerintah perlu memberikan penjelasan terbuka agar masyarakat tidak terus-menerus dibuat bingung dengan dinamika harga beras.
Dalam kesempatan itu, Herry turut menekankan pentingnya peran penggilingan padi kecil dan menengah. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya memberi ruang pada penggilingan besar, tetapi juga merevitalisasi penggilingan kecil agar mampu bersaing.
“Kalau penggilingan besar dihentikan, otomatis gabah akan dibeli oleh penggilingan kecil dan menengah. Tapi kualitas beras kita sangat ditentukan oleh mesin penggilingan. Karena itu pemerintah perlu membantu penggilingan kecil dengan mesin yang lebih baik entah lewat hibah atau lewat kredit murah,” ujar dia.