DPR Soroti Layanan Haji Lansia dan Disabilitas dalam RUU Haji

Agus Mughni Muttaqin | Kamis, 21/08/2025 13:15 WIB
DPR Soroti Layanan Haji Lansia dan Disabilitas dalam RUU Haji Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII dengan Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, Ketua Komisi Nasional Disabilitas, serta Komunitas Lansia Indonesia, di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (Foto: DPR)

JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menegaskan layanan jemaah haji penyandang disabilitas dan lanjut usia harus diperkuat. Menurutnya, meski tidak mudah, aspek pelayanan itu penting diperkuat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Politisi PKB ini menekankan hal itu saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII dengan Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, Ketua Komisi Nasional Disabilitas, serta Komunitas Lansia Indonesia, di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

“Realitas jemaah kita memang banyak yang penyandang disabilitas, lebih banyak lagi yang sudah lansia. Menuangkan kebutuhan ini dalam undang-undang tidak mudah, apalagi sebagian berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi,” kata Marwan.

Ia mencontohkan sejumlah persoalan yang selama ini muncul di lapangan, mulai dari keterbatasan fasilitas transportasi ramah disabilitas hingga ketiadaan layanan khusus lansia di pemondokan.

“Kalau sekarang kan belum menjadi tanggung jawab penuh. Kalau ada layanan, alhamdulillah, tapi kalau tidak, belum bisa dikatakan sebagai kesalahan. Ke depan, harus ada tanggung jawab penyelenggara, khususnya pemerintah,” tegasnya.

Selain itu, Marwan menyinggung peran penting KBIHU dalam pembimbingan jemaah haji. Menurutnya, keberadaan pembimbing sangat dibutuhkan agar pelaksanaan ibadah sesuai syariat. Namun, ia mengingatkan bahwa keterbatasan kuota haji menjadi tantangan dalam memberikan alokasi khusus bagi pembimbing. 

“Kalau memberikan kuota khusus untuk pembimbing, maka akan mengurangi kuota jamaah yang sudah lama menunggu. Karena itu, undang-undang existing membatasi satu pembimbing untuk 135 jamaah,” ujarnya.

Marwan juga menyoroti aturan Pemerintah Arab Saudi yang membatasi usia jemaah hingga 65 tahun, sementara di Indonesia jumlah calon haji di atas batas usia tersebut masih sangat besar. “Bagaimana menyelesaikan persoalan ini juga menjadi perhatian kami,” katanya.

Komisi VIII DPR RI, lanjut Marwan, akan menindaklanjuti seluruh masukan tersebut dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) bersama pemerintah. “Satu per satu pasal akan kita bahas, termasuk aspirasi dari masyarakat yang kita dengarkan hari ini,” tuturnya.