• Info DPR

Anggota DPR: Surplus Perdagangan Kabar Baik, Tapi Kita Juga Harus Jujur

Agus Mughni Muttaqin | Selasa, 05/08/2025 19:52 WIB
Anggota DPR: Surplus Perdagangan Kabar Baik, Tapi Kita Juga Harus Jujur Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib (Foto: Antara)

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib mengatakan surplus neraca perdagangan pada Juni 2025 sebesar 4,10 miliar dolar AS, yang menandai 62 bulan berturut-turut surplus sejak Mei 2020, merupakan sinyal positif bagi daya saing ekspor nasional.

Kendati demikian, dia menggarisbawahi bahwa angka surplus tersebut harus dibaca secara utuh dan berimbang. Sebab, surplus tersebut masih bertumpu pada ekspor komoditas mentah dan setengah jadi, bukan dari diversifikasi sektor manufaktur bernilai tambah tinggi.

"Surplus perdagangan adalah kabar baik, tapi kita juga harus jujur," kata Ahmad Labib kepada wartawan, Selasa (5/8).

Politikus Partai Golkar ini menekankan, sektor non-migas seperti lemak dan minyak nabati, batu bara, serta besi dan baja menjadi penopang utama surplus, sementara sektor migas justru mencatat defisit besar senilai 8,83 miliar dolar AS pada semester I 2025.

“Ketergantungan pada impor energi menunjukkan bahwa fondasi ketahanan ekonomi kita masih rapuh. Ini harus menjadi perhatian serius dalam perencanaan strategis industri dan energi nasional,” kata dia.

Di sisi lain, dia menyoroti ketimpangan dalam relasi dagang, khususnya dengan negara seperti Tiongkok, di mana Indonesia mencatat defisit senilai 9,73 miliar dolar AS.

Hal itu, kata dia, menggambarkan ketergantungan Indonesia terhadap barang modal, bahan baku industri, dan produk manufaktur impor.

“Selama kita belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui produksi dalam negeri sendiri, maka surplus perdagangan akan terus dibayangi oleh kerentanan struktural,” kata dia.

Meski begitu, dia mengapresiasi keberhasilan Indonesia dalam memperkuat posisi di pasar global, terutama dengan mitra dagang seperti Amerika Serikat, India, dan Filipina, yang menyumbang surplus signifikan.

Dia mendorong pemerintah menjadikan momentum surplus perdagangan ini sebagai pijakan awal untuk mendorong transformasi industri nasional yang tangguh dan berkelanjutan.

Menurutnya, strategi yang harus ditempuh meliputi penguatan sektor manufaktur bernilai tambah tinggi, peningkatan kapasitas industri substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan luar negeri, diversifikasi ekspor guna menghadapi volatilitas harga komoditas global, serta percepatan hilirisasi sumber daya alam dengan pendekatan berbasis teknologi dan riset.

“Kita butuh strategi jangka panjang, bukan sekadar mengejar angka surplus. Surplus perdagangan yang sehat harus mencerminkan kemandirian ekonomi, daya saing industri, dan resiliensi terhadap gejolak global,” tandasnya.