Jakarta, Katakini.com - Iran merupakan salah satu negara yang berlokasi di Kawasan Timur Tengah benua Asia (Asia Barat Daya). Negara yang juga dijuluki sebagai Persia ini juga memiliki sebutan lain, yaitu Negeri Para Mullah.
Penamaan ini didasari pada beberapa alasan di antaranya ialah karena mencerminkan peran besar para ulama dalam membentuk identitas politik, sosial, dan budaya Iran sejak revolusi 1979.
Menghimpun dari berbagai sumber, julukan Negeri Para Mullah muncul karena sistem pemerintahan Iran sangat dipengaruhi oleh ulama (mullah) setelah revolusi 1979.
Konsep Welayat-e Faqih atau Guardianship of the Islamic Jurist, yang mendasari struktur kekuasaan, menempatkan seorang pemimpin spiritual, saat ini adalah Kepala Ulama atau Supreme Leader sebagai otoritas tertinggi negara.
Posisi ini berada di atas presiden dan parlemen, memberi kekuasaan absolut kepada para mullah dalam lintas sektor pemerintahan.
Sebelum 1979, Iran merupakan kerajaan monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi. Namun, gerakan rakyat yang dipimpin Ayatollah Ruhollah Khomeini—seorang ulama besar menumbangkan kekuasaan Shah dan mengganti sistem pemerintahan dengan Republik Islam atau mirip dengan teo-demokrasi, gabungan teokrasi dan demokrasi.
Ini bukan sekadar pergantian rezim. Revolusi 1979 merupakan transformasi total: dari negara sekuler yang pro-Barat menjadi negara teokratis di mana hukum syariat dan kepemimpinan ulama menjadi fondasi negara. Sejak saat itulah, posisi mullah naik menjadi aktor utama dalam politik, hukum, dan kehidupan masyarakat.
Para mullah tidak hanya memegang peran simbolis, tetapi juga berbagai institusi kunci di tangan mereka. Dewan Penjaga (Guardian Council), yang meliputi enam ulama, memiliki wewenang untuk menyaring kandidat politik serta mengawasi legislatif agar sesuai syariat Islam.
Terdapat pula Special Clerical Court, yaitu pengadilan yang hanya menangani ulama, yang memperkuat dominasi klerikal dalam urusan negara .
Akibatnya, Iran tidak dapat dikatakan sekadar negara teokrasi murni, karena masih ada elemen sistem politik modern seperti presiden dan parlemen, melainkan lebih tepat disebut mullahcracy, yakni pemerintahan oleh para ulama.
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Reza Aslan dan banyak diadopsi oleh analis politik sebagai kritikan terhadap dominasi klan religius dalam pengambilan kebijakan .
Dominasi mullah juga tampak dalam regulasi budaya dan sosial. Iran memberlakukan sistem `amar ma’ruf nahi munkar`, promosi kebaikan dan pelarangan kemungkaran yang banyak dijalankan oleh paramiliter berbasis agama.