JAKARTA - Dalam hidup terkadang kita terlupa untuk sejenak berhenti dan menilai kembali langkah yang telah kita jalani. Proses merenung dan mengevaluasi diri ini dikenal dengan istilah muhasabah.
Secara bahasa, muhasabah berasal dari kata `hasaba–yuhasibu` yang berarti menghitung atau mengevaluasi. Dalam konteks keislaman, muhasabah berarti menghitung amal perbuatan, mengoreksi kesalahan, dan memperbaiki diri berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian Allah SWT dalam Al-Quran berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 18:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18)
Setiap malam sebelum tidur, seorang Muslim bisa bertanya pada dirinya sendiri: “Sudahkah salatku hari ini dilakukan tepat waktu dan penuh kekhusyukan?” Jika belum, maka ia bertekad untuk memperbaikinya esok hari.
Dalam sehari, adakah ucapan atau tindakan yang mungkin menyakiti hati orang lain? Muhasabah mendorong kita untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata dan bertindak, menjaga adab terhadap keluarga, teman, dan sesama makhluk.
Waktu adalah nikmat besar yang sering terabaikan. Dengan muhasabah, seseorang bisa mengevaluasi: “Seberapa banyak waktu yang hari ini aku gunakan untuk hal bermanfaat dibandingkan dengan hal sia-sia?”
Muhasabah juga mendorong seorang hamba untuk mengingat dosa-dosa kecil maupun besar, lalu memohon ampunan kepada Allah, serta berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya.
Tidak cukup hanya merasa bersalah, muhasabah mendorong untuk membuat langkah konkret, seperti memperbanyak sedekah, meningkatkan bacaan Al-Qur`an, atau memperbaiki adab dalam berteman.