MALE - Para pemilih di Maladewa berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara pada hari Minggu dalam pemilihan parlemen yang mungkin menentukan apakah negara kepulauan di Samudra Hindia itu terus beralih ke Tiongkok dan menjauh dari hubungan lamanya dengan India.

Beijing dan New Delhi sama-sama merayu Maladewa karena kedua raksasa tersebut bersaing untuk mendapatkan pengaruh di kawasan Indo-Pasifik.

Presiden Mohamad Muizzu, yang terpilih tahun lalu, telah berjanji untuk mengakhiri kebijakan “India First” yang diterapkan negaranya, sehingga membuat hubungan kedua negara menjadi tegang. Pemerintahannya telah meminta puluhan personel militer India yang berpangkalan di wilayah setempat untuk pergi, sebuah tindakan yang menurut para kritikus dapat membuat Maladewa semakin dekat dengan Tiongkok.

Jabatan Muizzu sebagai presiden tidak terpengaruh oleh pemungutan suara hari Minggu.

Kongres Nasional Rakyat yang dipimpinnya telah meminta para pemilih untuk memilih mayoritas yang akan dengan cepat memenuhi janji kampanye presidennya.

Partai-partai oposisi, yang mengkritik pemerintahan Muizzu dalam berbagai bidang, termasuk kebijakan luar negeri dan perekonomian, mencari mayoritas yang dapat meminta pertanggungjawaban pemerintahannya.

Lebih dari 284.000 orang diperkirakan akan memilih 93 anggota parlemen untuk lima tahun ke depan. Pemungutan suara awal berlangsung cepat di ibu kota Male, dengan sekitar 600 TPS.

Selain dari partai Muizzu, 368 kandidat berasal dari oposisi utama Partai Demokrat Maladewa, partai-partai kecil dan independen.

Hasil pemilu akan ditabulasikan segera setelah pemilu ditutup, dan susunan parlemen berikutnya diperkirakan akan jelas pada Minggu malam.