• Info DPR

DPR Tegaskan UU KPK dan UU KUHAP Tak Bertentangan dengan UUD 1945

Aliyuddin Sofyan | Selasa, 20/02/2024 18:18 WIB
DPR Tegaskan UU KPK dan UU KUHAP Tak Bertentangan dengan UUD 1945 Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai bahwa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

“Terkait perkara pidana koneksitas, maka masing-masing instansi yang terlibat dalam penyidikan bukan untuk saling melemahkan, melainkan saling bersinergi melalui peran yang ditetapkan,” kata Habiburokhman di Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2024).

Menurutnya, untuk menetapkan, apakah (perkara tersebut) akan diadili di pengadilan militer atau pengadilan umum maka, sesuai Pasal 89 Ayat 2 KUHAP, diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut.

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa KPK berwenang untuk dapat mengkoordinasikan dan mengendalikan setiap tahapan penegakan hukum tindak pidana korupsi termasuk yang dilakukan oleh pelaku yang berasal dari kalangan militer. Hal tersebut, ungkapnya, telah diatur dalam perundang-undangan sudah secara jelas dalam UU KPK.

“Selain itu, telah terdapat MoU antara KPK dengan TNI terkait mekanisme bagi KPK jika pelakunya dari kalangan prajurit TNI aktif. Hal tersebut menunjukkan telah adanya komitmen antara KPK dengan TNI dalam penanganan tindak pidana korupsi,” katanya seperti dilansir dpr.go.id.

Sebagai informasi, MK mendengar pendapat DPR guna menindaklanjuti Perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Pemohon Gugum Ridho Putra di Mahkamah Konstitusi. Dalam gugatan tersebut, pemohon menilai penanganan perkara korupsi yang mengandung koneksitas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih condong mengedepankan penghukuman kepada pelaku dari kalangan sipil saja, namun minim kepada pelaku dari kalangan militer.

Pemohon meyakini, hal ini terjadi disebabkan oleh ketidakjelasan norma-norma yang mengatur penyidikan dan penuntutan tindak pidana koneksitas. Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan UU KPK dan KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Perlu diketahui, pengertian pidana koneksitas menurut Pasal 89 KUHAP adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali jika menurut Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman, perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Turut hadir dalam sidang tersebut di antaranya Koordinator Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik, Hukum, dan HAM Kemenkumham Purwoko beserta jajaran, Pimpinan KPK Nurul Ghufron beserta jajaran, dan Pemohon Gugum Ridho Putra bersama tim kuasa hukum.

FOLLOW US