• News

Ketua DPD RI Nilai Amandemen UUD 45 Serampangan dan Kebablasan

Yahya Sukamdani | Sabtu, 04/11/2023 17:37 WIB
Ketua DPD RI Nilai Amandemen UUD 45 Serampangan dan Kebablasan Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono (kiri). Foto: dok. katakini

JAKARTA – Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menilai UUD NRI 1945 hasil amandemen ke-4 merupakan hasil prosers amandemen UUD 1945 yang serampangan dan kebablasan, akibatnya perkembangan demokrasi, ekonomi, hukum, dan politik sekarang cenderung liberal dan sarat dengan money politik.

Demikian disampaikan Nono Sampono dalam dialog kebangsaan bertema “Kembali Menjalankan dan Menerapkan Sistem Bernegara Pancasila sesuai Rumusan Para Pendiri Bangsa” bersama Dosen Politik UI, Mulyadi di Gedung DPD/MPR RI Senayan Jakarta, Jumat (3/11/2023).

Nono Sampono mengatakan, akibat UUD NRI 1945 tersebut politik uang yang sebelumnya tidak dikenal, menjadi hal yang biasa. Hasil amandemen UUD NRI  pasca reformasi dipertanyakan apakah sudah sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa?  Baik dalam aspek sosial politik, hukum, ekonomi dan demokrasi.

“Dulu tidak kenal politik uang, karena semua berjuang secara ideologis untuk keutuhan bangsa dan NKRI. Berbeda dengan sekarang ini,” tegas Nono Sampono.

Seperti itulah, menurut Nono Sampono, jika amandemen  dilakukan dengan gegabah, gebyah uyah, serampangan, dan kebablasan. Amandemen itu mengabaikan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Jalan terbaiknya, harus kembali ke konstitusi asli dengan menjunjung tinggi kebersamaan, gotong royong untuk kelangsungan NKRI. Jika tidak dilakukan, maka NKRI ini bisa hilang. Seperti hilangnya Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan bangsa-bangsa yang sebelumnya ada di nusantara.

Nono Sampono juga memberi contoh negara Uni Soviet. Negara yang sebelumnya super power itu telah kebablasan dalam melakukan reformasi. Akibat negara itu terpecah menjadi puluhan negara.

Hal senada diungkapkan Dosen Ilmu politik dari Universitas Indonesia, Dr. Mulyadi S,Sos. M.Si. Menurutnya, amandemen pasca reformasi yang dilakulan di Indonesia itu, dilakukan dalam suasana marah-marah.

“Karena marah-marah, maka hasilnya ketidakpuasan,” katanya.

Berbeda dengan para pendiri bangsa ini Ketika membentuk konstitusi, yaitu dalam suasana kebatinan, maka hasilnya sangat baik dan modern.

“Seperti Pancasila dan UUD 1945 yang menjadikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara ini sebagai wujud kedaulatan rakyat. Konstitusi seperti itu bukan jadul (ketinggalan zaman), tetapi konstitusi modern yang belum ada di negara mana pun, hanya ada di Indonesia,” kata Mulyadi.

Bagi Mulyadi, Pilpres secara langsung yang dilakukan sekarang ini adalah produk yang kurang tepat, karena memang belum waktunya. “Masih membutuhkan beberapa generasi lagi untuk sampai ke demokrasi seperti di Indonesia sekarang. Bahkan Amerika Serikat sendiri yang dikatakan sebagai embahnya demokrasi dan berdemokrasinya telah mapan ratusan tahun, tidak berani melaksanakan pemilihan langsung,” tegas Mulyadi.

Akibat sistem demokrasi yang dipaksakan seperti sekarang, lanjut Mulyadi, justru merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dengan politik uang.

“Kalau melaksanakan Pancasila yang sebenarnya, seharusnya pemilihan presiden diserahkan ke MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dan sebagai institusi penjelmaan kedaulatan rakyat seperti yang tertera dalam sila ke empat Pancasila,” pungkasnya.

FOLLOW US