• Sains

Cerdas, Mahasiswa UGM Ciptakan Penangkap Karbon dari Batok Kelapa

Pamudji Slamet | Rabu, 25/10/2023 06:45 WIB
Cerdas, Mahasiswa UGM Ciptakan Penangkap Karbon dari Batok Kelapa Alat penangkap karbon buatan mahasiswa UGM Jogjakarta

JAKARTA - Mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta berhasil menciptakan alat penangkap karbon, yang menggunakan tempurung atau batok kelapa. Proses penangkapan karbon dapat dipantau secara real time berbasis sensor cerdas.

Teknologi tersebut bernama CAPTURE, yang merupakan akronim dari Carbon Abatement, Performance Traking, and Utilization with Real Time Evaluation.

Teknologi ini dikembangkan oleh Javier Ahmad (Teknik Fisika), Wahyu T. Wicaksono (Teknik Fisika), Daffa I. Izaohar (Teknik Fisika), dan Glenshah Fauzi (Kimia) dengan pendanaan dari Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM KC) Kemendikbudristek 2023.

“Teknologi yang kami kembangkan ini bisa memangkap gas karbon dari udara melalui proses adsorpsi fisika,  dengan membran yang terbuat dari ekstrak tempurung kelapa,” kata Ketua tim pengembang CAPTURE, Javier Ahmad, seperti dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (25/10/2023).

Javier menyampaikan pengembangan teknologi ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca, baik regional maupun global. Sementara kendala terbesar dalam menyerap gas karbon yang sudah terlepas ke atmosfer adalah luasnya area penyebaran. Oleh karenanya diperlukan alat untuk mengarahkan udara yang mengandung karbon ke dalam filter penangkap karbon.

Atas dasar itulah, ia dan tim menggagas pengembangan teknologi penangkap gas karbon dari udara melalui proses adsorpsi fisika,  dengan membran yang terbuat dari ekstrak tempurung kelapa.

“Penangkapan karbon dengan adsorpsi dianggap sebagai metode yang menjanjikan karena konsumsi energinya yang rendah selama regenerasi, biaya investasi yang rendah, dan tidak ada polutan atau produk sampingan yang dihasilkan,”paparnya.

Sementara itu pemanfaatan tempurung atau batok kelapa sebagai membran adsoprsi, menurut Javier,  karena keberadaannya yang sangat melimpah di Tanah Air. Di sisi lain,  keberadaan tempurung kelapa belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karenanya mereka mencoba untuk mengolah limbah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.

“Batok kelapa ini memiliki kadar abu yang rendah, mikropori yang banyak dan memiliki reaktivitas tinggi. Lalu, dari beberapa jurnal diketahui batok kelapa sudah banyak digunakan sebagai filter karbon dan menunjukkan hasil yang bagus,”terangnya.

CAPTURE dikembangkan dengan komponen utama berupa filter udara, adsorben tempurung kelapa, kipas exhaust, kontrole, sensor kapasitif, sensor karbon, power suplai, serta layar LCD. Alat ini bersifat portable dengan dimensi 40x26x20 cm sehingga memudahkan untuk digunakan di berbagai tempat dan kondisi.

Wahyu menambahkan CAPTURE bekerja dengan menghisap udara ambient ke dalam system. Lalu, udara yang masuk difiltrasi dengan filter makro dan filter karbon sebagai adsorben. Hasilnya bisa dipantau secara langsung, baik terkait kondisi udara maupun kualitas filter adsorben. Udara bebas karbon dan kejenuhan filter dapat diamati secara real time

“Rencananya alat ini digunakan pada bangunan hijau. Alat ini bekerja dengan menarik udara dari luar bangunan kemudian menangkap unsur karbon yang ada di udara, kemudian meneruskan udara yang sudah bersih ke dalam bangunan hijau tersebut,”urainya.

Alat ini dikembangkan dengan dua mode dalam pengoperasiannya. Pertama, mode ambient yang bekerja secara manual dengan mengubah saklar nyala atau mati. Lalu, mode smart yang bekerja secara otomatis ketika data sensor CO2 out=sensor CO2 in, maka alat otomatis mati.

Lantas apa beda alat ini dengan alat yang sudah ada di pasaran? Daffa menjelaskan bahwa alat yang mereka kembangkan memiliki keunggulan dalam proses pengamatan udara secara otomatis,  dan pengamatan kualitas filter atau kejenuhan dari bahan penangkap karbon secara real time. Sistem tersebut belum ada dalam alat yang beredar di pasaran. Sebab, sebagian besar sistem filter saat ini hanya sebagai filter udara dan tidak spesifik menangkap karbon. Dengan begitu alat ini bisa diaplikasikan di berbagai sektor mulai sektor hunian sampai sektor industri.

“Karena kejenuhan filter tersebut teramati secara real time maka hasil dari penangkapan karbon dapat diamati. Ketika filter tersebut penuh dengan karbon maka filter dapat dipanen karbonnya untuk digunakan kembali. Selain itu, alat ini juga menampilkan kondisi udara sebelum dan sesudah terfilter secara real time,”paparnya.

Purwarupa alat penyerap karbon ini dikembangkan dengan menghabiskan dana riset hingga Rp7.500.000. Ke depan alat ini bakal terus dikembangkan dan diproduksi secara massal. Hal ini agar bisa digunakan untuk membantu mempercepat tujuan pembangun berkelanjutan (SDGs), terutama dalam penurunan emisi karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

FOLLOW US