Tak Kuasa Meredam Gempuran Kecerdasan Buatan

Pamudji Slamet | Kamis, 19/10/2023 21:20 WIB
Tak Kuasa Meredam Gempuran Kecerdasan Buatan Ilustrasi

JAKARTA - Anak kandung era digital yang bernama kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah bertumbuh dan bergerak lincah kemana-mana. Peta jalan digital Indonesia meski memberinya rambu agar pergerakannya tetap terarah.

Di sebuah pertemuan pengelola media di Jakarta, belum lama ini, seorang pengelola media online menyatakan,  kecerdasan buatan berhasil menigkatkan performa redaksi. Bahkan, pekerjaan kompilasi data yang seharusnya membutuhkan beberapa kru redaksi, bisa selesai hanya dengan satu admin. Itu karena proses kerjanya menggunakan teknologi kecerdasan buatan alias AI.

Hanya saja, lanjut dia, redaksi tidak berani menugaskan AI melakukan pekerjaan jurnalistik.

"Tidak mungkin media saya menayangkan berita atau artikel bikinan AI. Ada kaidah jurnalistik, yang tidak bisa dia lakukan," kata dia.

Ini tanda AI memiliki keterbatasan, atau paling tidak dibatasi cakupan kerjanya.

Namun benarkah AI memiliki keterbatasan?

Noura Afaneh, Analis Konten Web di Kaspersky menyatakan, AI telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, baik disadari atau tidak.

"Baik itu telepon yang kita pegang, sistem transportasi, atau bahkan pendidikan; ia perlahan-lahan menggantikan banyak alat yang dulunya dianggap inovatif," kata Noura dalam keterangan pers yang dikutip Kamis (19/10/2023).

Contoh paling dekat adalah penggunaan Chatbot AI di semua lini masyarakat. Teknologi ini menunjukkan kepada masyarakat apa yang dapat dilakukan oleh AI, dengan basis bahasa alami.

Sekadar menyebut contoh Chatbot yang populer di masyarakat, diantaranya ChatGPT dan MyAI Snapchat

"Orang-orang di seluruh dunia bergegas mencobanya dan antusias menyambut berbagai kemungkinannya," ujar Noura.

ChatGPT mencetak rekor basis pengguna dengan pertumbuhan tercepat, serta tidak memiliki verifikasi usia yang tepat. Dampaknya, Chatbot ini memiliki risiko terhadap privasi data anak-anak.

Setali tiga uang, Snapchat juga mengizinkan pengguna berusia 13 tahun tanpa memerlukan izin orang tua. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang privasi anak-anak dan penyimpanan data mereka oleh aplikasi.

Dengan kelonggaran tersebut, Chatbot AI memiliki kerentanan terhadap pengguna anak-anak dan remaja. Ini karena mereka merasa lebih nyaman membagikan informasi pribadi dan detail pribadi tentang kehidupan mereka kepada chatbot, dibandingkan kepada orang tua yang dapat membantu mereka.

Fenomena tersebut mengisyaratkan , betapa pentingnya ataub paling tidak perlu adanya rambu-rambu untuk melindungi anak-anak dan remaja dari paparan AI. Terlebih mereka turut  menjadi bagian penting dari masyarakat digital

Jika para orang tua tidak mampu meredam gempuran AI kepada anak-anak, maka negara harus hadir, melalui istrumen Peta Jalan Digital Indonesia.

 

 

 

 

FOLLOW US