• Info MPR

Bamsoet Ajak Para Notaris Bertransformasi Jadi Cyber Notary

Agus Mughni Muttaqin | Rabu, 27/09/2023 13:45 WIB
Bamsoet Ajak Para Notaris Bertransformasi Jadi Cyber Notary Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menghadiri pengukuhan pengurus Ikatan Keluarga Alumni Notariat Universitas Padjadjaran periode 2023-2027 (IKANO UNPAD), di Bandung, Selasa (26/9). (Foto: Humas MPR)

BANDUNG - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengapresiasi pengukuhan pengurus Ikatan Keluarga Alumni Notariat Universitas Padjadjaran periode 2023-2027 (IKANO UNPAD) di bawah kepemimpinan Ketua Umum Ranti Fauza Mayana. Sekaligus mengajak para notaris untuk turut bertransformasi menjadi cyber notary, menyongsong era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.

"Berbagai tantangan yang dihadapi bisa dijawab dengan melakukan penyesuaian Undang-Undang Jabatan Notaris yang sudah selayaknya disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Untuk itu, para notaris di Indonesia yang jumlahnya mencapai 19 ribu notaris, terbanyak di Asia bahkan di dunia, harus kompak dan solid," ujar Bamsoet usai menghadiri pengukuhan pengurus IKANO UNPAD, di Bandung, Selasa (26/9/23).

Bamsoet menjelaskan, cyber notary sudah menjadi fenomena dunia. Salah satunya dalam bentuk penggunaan tanda tangan elektronik yang telah diadopsi di Benua Eropa dan Amerika, sebagaimana dilakukan di Amerika Serikat dan Perancis.

Spanyol dan Inggris juga telah bertransformasi pada tanda tangan digital yang menggunakan public key di belakangnya, dan didukung adaptasi perubahan peraturan pemerintahnya. Bahkan di Jepang, transformasi notaris siber sudah berlangsung sejak sekitar 18 tahun yang lalu.

"Gagasan cyber notary sebenarnya sudah mengemuka di Indonesia sejak tahun 1995. Kemudian redup karena tidak ada dasar hukum yang melandasi. Hadirnya UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU No.2/2014 tentang Jabatan Notaris, sebetulnya telah membuka peluang untuk mengadopsi cyber notary di Indonesia. Terlebih penjelasan pasal 15 ayat (3) UU No.2/2014, pada prinsipnya telah mengakomodir kewenangan notaris untuk mensertifikasi transaksi secara elektronik," jelas Bamsoet.

Bamsoet menerangkan, dalam realitanya, konsep cyber notary belum seutuhnya diadopsi di Indonesia karena beberapa alasan. Antara lain, konsepsi mengenai syarat-syarat formil yang bersifat kumulatif dan mengharuskan kehadiran para pihak, dianggap masih menjadi ganjalan dalam penerapan cyber notary.

Misalnya dalam memaknai frasa “di hadapan”. Saat ini, penafsiran yang dominan adalah bahwa berhadap-hadapan secara fisik tetap menjadi hal mutlak. Penafsiran inilah yang perlu ditransformasi, karena pengadilan saja sudah bisa dilakukan secara teleconference memanfaatkan sambungan video jarak jauh.

"Melalui teleconference, sebenarnya para pihak tetap hadir secara fisik dan membaca draft aktanya pada masing-masing halaman di layar komputer. Kemudian setelah tercapai kesepakatan menandatangani dokumen secara elektronik," terang Bamsoet.

Bamsoet menerangkan, tantangan lainnya dalam menerapkan cyber notary yakni terkait dukungan infrastruktur teknologi informasi/jaringan internet yang belum sepenuhnya merata. Serta tingkat literasi teknologi masyarakat, khususnya dalam bidang hukum, juga belum memadai.

"Selain itu, masih ada sebagian masyarakat yang meragukan dari aspek keamanan, karena rawannya penyalahgunaan teknologi informasi yang belum terproteksi secara maksimal. Berbagai realitas tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi notaris dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman," pungkas Bamsoet.

FOLLOW US