JAKARTA – Komisi XI DPR RI tidak menutup kemungkinan memanggil para pihak yang memiliki utang kepada Perum LPPNPI (AirNav Indonesia). Pasalnya, hingga pertengahan tahun 2023 piutang AirNav mencapai Rp1,5 triliun.
Hal ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi XI DPR dengan Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kemenkeu RI bersama Perum LPPNPI (AirNav Indonesia), dan PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero), Senin (18/9/2023).
“Tadi banyak mengerucut terkait dengan piutang. Jadi nanti tolong ditampilkan aja pihak-pihak yang punya kewajiban (membayar piutang) itu mana saja? Nanti mungkin pada kesempatan yang lain kalau komisi XI merasa perlu kita bisa mengundang ke sini para pihak tersebut karena akumulasi (piutang) nya sudah mencapai Rp1,5 triliun,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie O.F.P seperti dilansir dpr.go.id, Selasa (19/9/2023).
Dalam rapat yang membahas penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi dua entitas tersebut, sempat disampaikan bahwa pada tahun 2018 AirNav memiliki total piutang perusahaan senilai Rp819 miliar. Jumlah tersebut lantas semakin meningkat hingga menembus Rp1,52 triliun di paruh pertama tahun 2023.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah mengenai besaran dana yang dibutuhkan AirNav untuk melakukan peremajaan teknologi yang digunakan dalam operasionalnya. Dalam paparan Direktur Utama Perum LPPNPI (AirNav Indonesia) disebutkan bahwa ada 1.442 peralatan yang harus diganti dalam periode 2023-2027 dengan total nilai anggaran Rp4,16 triliun.
Komisi XI DPR RI lantas mempertanyakan upaya AirNav dalam memenuhi kebutuhan tersebut mengingat pengajuan PMN tunai untuk tahun 2023 ini hanya sebesar Rp659 miliar.
“Nah skema yang lain-lainnya itu sudah ada kepikiran (bagaimana) rencana dan lainnya itu harus disampaikan. Jangan-jangan nanti yang lain-lainnya itu juga melalui PMN. Kita perlu tahu bagaimana AirNav memenuhi kebutuhan investasinya di dalam rangka peremajaan teknologi,” lanjut politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Pada kesempatan tersebut, AirNav juga mengajukan PMN non tunai senilai Rp892 miliar yang terdiri dari 181unit gedung dan 2.658 unit peralatan kenavigasian yang sebelumnya milik UPT Kementerian Perhubungan RI. Seperti yang disampaikan oleh Dolfie, PMN non-tunai ini mendapatkan banyak sorotan lantaran tingkat urgensi dan produktivitasnya.
Anggota Badan Anggaran ini menekankan apabila tidak ada urgensi terhadap PMN non Tunai tersebut pengalihan aset dapat ditunda hingga memiliki nilai urgensi. Ia pun meminta AirNav memastikan nilai produktivitas aset yang akan dilimpahkan sehingga akan memiliki nilai tambah bagi perusahaan.
“Terus aset-aset ini punya nilai produktivitas atau enggak? Jangan-jangan ini gedung terlantar, yang sudah mau terlantar atau apa baru dipindahkan. jadi ini juga perlu dijelaskan kepada kami ada urgensinya nggak? Dan kalau kita lihat proyeksi keuangannya jadi seolah-olah membebani,” tutur Dolfie.
Menanggapi pertanyaan anggota dewan yang hadir, Dirut AirNav menyampaikan bahwa entitas tersebut benar-benar memerlukan PMN non-tunai seperti yang telah disebutkan lantaran baik gedung maupun peralatan milik UPT Kemenhub yang akan dialihkan memang telah digunakan. Selain itu, agar tertib administrasi bahwa aset-aset tersebut telah diserahkan oleh Kementerian Perhubungan kepada Perum LPPNPI.
Terkait piutang, disebutkan bahwa 76 persen piutang dari maskapai domestik dan 24 persen lainnya dari maskapai asing.
Dirut AirNav menyebut beberapa maskapai termasuk maskapai plat merah Garuda Indonesia yang utangnya telah direstrukturisasi sesuai PKPU.
Di akhir rapat, Komisi XI DPR RI menyetujui pelaksanaan penyertaan Modal Negara tahun anggaran 2023 kepada Perum LPPNPI/ AirNav Indonesia baik PMN Tunai sebesar Rp659,19 miliar maupun PMN non tunai berupa barang milik negara dengan nilai perolehan sebesar Rp892.009.996.471.
Dalam rapat tersebut juga disetujui PMN tunai kepada PT BPUI untuk tahun anggaran 2023 senilai Rp3.000 miliar dan PMN tunai tahun anggaran 2024 sebesar Rp3.556 miliar. PMN tahun 2023 rencananya akan digunakan untuk penguatan permodalan PT Asuransi Jiwa IFG guna menerima pengalihan portofolio PT Jiwasraya. Sedangkan PMN 2024 ditujukan untuk penguatan kapasitas permodalan BPUI Life dalam menyelesaikan pengalihan polis hasil restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya.