• Info MPR

Waka MPR: Perkembangan AI Harus Disikapi secara Bijak

Agus Mughni Muttaqin | Rabu, 21/06/2023 20:50 WIB
Waka MPR: Perkembangan AI Harus Disikapi secara Bijak Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat membuka diskusi daring bertema Sikap dan Kebijakan Indonesia tentang Kecerdasan Buatan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/6). (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, perlu kebijakan antisipatif dan adaptif sebagai panduan etis dan legal dalam menyikapi perkembangan teknologi di era pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) saat ini.

"Dunia semakin cerdas dengan teknologi berkembang cepat, bila tidak disikapi secara bijaksana akan jadi ancaman," kata Lestari saat membuka diskusi daring bertema Sikap dan Kebijakan Indonesia tentang Kecerdasan Buatan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/6).

Menurut Lestari, penyikapan terhadap kecerdasan buatan atau AI sangat dipengaruhi bagaimana kita menempatkan perkembangan teknologi dalam aspek kemanusiaan itu sendiri.

Karena, Rerie sapaan akrab Lestari berpendapat, salah satu kekhawatiran adalah semakin manusia bergantung pada teknologi, manusia akan semakin kehilangan nilai. Selain itu, manusia berpotensi tidak dapat mengontrol dirinya, tunduk pada alat yang diciptakan.

Kekhawatiran lain, tambah Rerie, kecerdasan buatan dengan ragam aplikasi cerdas dapat mengganti peran pekerja di berbagai sektor, termasuk pendidikan.

Sehingga, tegas Rerie, keberadaan teknologi modern dengan ragam tawarannya, menuntut kita untuk berpikir tentang masa depan manusia, khususnya masa depan generasi penerus bangsa.

Sehingga, tambah Rerie, jika kita tidak melakukan persiapan dan antisipasi perkembangan AI dengan sejumlah kebijakan yang tepat, kemudahan yang kita dapatkan berpotensi akan berubah menjadi bencana.

Founder Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Bambang Riyanto Trilaksono mengungkapkan pada awalnya AI adalah cara manusia membuat komputer lebih cerdas, sehingga dapat mengatasi masalah sesuai dengan yang dipikirkan manusia.

Penerapan AI, diakui Bambang, bisa memberi dampak yang luas. Di Amerika Serikat dan Tiongkok pemanfaatan AI mampu berdampak pada peningkatan GDP signifikan pada kedua negara itu.

Karena, ujar Bambang, pemanfaatan AI di sejumlah negara sudah diterapkan di banyak sektor seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, perbankan, ritel, media, ekonomi hingga politik.

Di sisi lain, tambah dia, bias dari AI merupakan tantangan tersendiri. Bila AI berada di tangan orang yang tidak bertanggung jawab, ujar Bambang, potensi bias AI akan semakin besar.

Diakui Bambang berdasarkan sejumlah survei yang dilakukan dampak positif penerapan AI sekitar 79%, ternyata masih lebih besar jika dibandingkan dengan dampak negatifnya.

Diakui Bambang, AI merupakan teknologi yang paling berdampak sehingga harus diwaspadai dampak negatif yang ditimbulkan AI.

Badan dunia UNESCO bahkan sejak dini sudah mengingatkan agar AI dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemajuan peradaban manusia.

Bambang mengungkapkan, pihaknya bersama sejumlah lembaga sedang berupaya menyusun strategi nasional dalam pengembangan AI, melalui pendekatan etika, infrastruktur, edukasi dan riset serta teknologi.

Executive Director Intellectual Business Community, Bayu Prawira Hie berpendapat AI adalah masa depan yang sangat menjanjikan.

Menurut Bayu, deep learning merupakan dasar generatif dari AI. Perkembangan yang cepat dan sistemik itu, tambahnya, didorong oleh ketersediaan sejumlah aplikasi AI yang bisa dimanfaatkan secara gratis oleh masyarakat luas.

Catatan World Economic Forum, dampak pemanfaatan AI di sejumlah sektor hingga lima tahun mendatang berpotensi menghilangkan 14 juta jenis pekerjaan di dunia.

Bayu mengungkapkan, untuk menyikapi kondisi tersebut kita harus mampu mendapatkan manfaat dari AI dan menghindari risikonya.

Caranya, tambah dia, mendidik semakin banyak orang secara khusus dalam pemanfaatan AI dan membuat regulasi yang bisa dieksekusi dengan baik.

 

FOLLOW US