• News

Kepala BKKBN Minta Pemerintah se-NTB Tekan TFR Upaya Turunkan Stunting

Asrul | Rabu, 01/03/2023 01:08 WIB
Kepala BKKBN Minta Pemerintah se-NTB Tekan TFR Upaya Turunkan Stunting Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN), Hasto Wardoyo (foto:

Jakarta - Angka kelahiran anak atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia terus menurun dalam tiga dekade belakangan.

Menurut data World Population Prospects, pada 1990 TFR Indonesia masih di level 3,10. Artinya, setiap satu orang perempuan rata-rata melahirkan tiga anak sepanjang masa reproduksinya.

Kemudian di tahun-tahun berikutnya TFR bergerak turun hingga mencapai 2,15 pada tahun lalu. Secara kumulatif, angka kelahiran Indonesia sudah berkurang 30,64% selama periode 1990-2022.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN), Hasto Wardoyo menyebutkan, Ada korelasi kuat antara tingginya angka rata-rata seorang perempuan melahirkan anak (Total Fertility Rate/TFR) dengan angka prevalensi stunting.

Semakin tinggi angka TFR semakin tinggi angka prevalensi stunting. Demikian juga angka kematian bayi punya relasi yang kuat dengan tingkat prevalensi stunting.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN), Hasto Wardoyo dalam Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten dan Kota yang digelar Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (28/2).

 "Perlu saya sampaikan, angka TFR di Nusa Tenggara Barat adalah 2,43. Angka TFR ini tinggi dibandingkan dengan TFR provinsi lain. Ada kecenderungan TFR tinggi maka prevalensi stunting juga tinggi. Demikian juga stunting ada related dengan angka kematian bayi. Di Nusa Tenggara Barat angka kematian bayi 24,64 per seribu. Ini adalah angka neonatus atau umur bayi kurang dari 28 hari. Sedangkan balita angka kematiannya 29,37 per seribu," kata Hasto.

Menurut Hasto berdasarkan hasil Long Form SP2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka kematian bayi dan angka kematian balita di NTB itu di atas angka rata-rata nasional yaitu 16,83 kematian per seribu bayi dan 19,83 kematian per seribu balita.

Karena itu, untuk menurunkan prevalensi stunting, Pemerintah Daerah se-NTB harus menekan angka TFR dan menurunkan angka kematian bayi dan balita dengan meningkatkan pelayanan kontrasepsi KB.

"Sebab risiko kematian ibu dan anak dipengaruhi oleh hamil dengan risiko 4 terlalu, yakni terlalu muda, terlalu dekat, terlalu banyak, dan terlalu tua. Di Nusa Tenggara Barat sendiri angka-angka 4 terlalu tersebut cukup tinggi," ucap Hasto.

Berdasarkan hasil survei SSGI tahun 2022, angka prevalensi stunting NTB sebesar 32,7 persen. Angka ini merupakan tertinggi keempat secara nasional yang berada pada rata-rata 21,6 persen.

Berdasarkan SSGI 2022 tersebut, angka prevalensi stunting tertinggi ada di Kabupaten Lombok Tengah 37,0 persen. Sedangkan yang terendah di Kabupaten Sumbawa Barat dengan prevalensi 13,9 persen.

Hasto juga menyebutkan perlunya memberdayakan Tim Pendamping Keluarga (TPK). "Alhamdulillah, Kabupaten Lombok Tengah tadi mengatakan sudah memberdayakan Tim Pendamping Keluarga. Di Lombok Tengah sudah dibentuk 797 Tim Pendamping Keluarga dengan jumlah personal sebanyak 2.391 orang," kata Hasto.

BKKBN sudah membentuk 4.097 Tim Pendamping Keluarga dengan jumlah personal 12.291 orang di 10 kabupaten dan kota se-NTB. TPK yang terdiri dari Bidan, Penyuluh KB, dan PKK ini, jumlahnya bervariasi di tiap kabupaten dan kota.

Jumlah Tim Pendamping Keluarga itu menurut Hasto Wardoyo bisa mendampingi seluruh keluarga berisiko stunting dan juga ibu hamil di Nusa Tenggara Barat yang datanya by name by address.

Senada dengan hal itu, Menko PMK, Muhadjir Effendy sebelumnya mengatakan Provinsi Nusa Tenggara Barat menghadapi problem angka kematian ibu dan kematian bayi yang tinggi. "Dari kunjungan ke Sumbawa, ada catatan tentang tingginya angka perkawinan anak," kata Muhadjir Effendy.

Menurut Muhadjir Effendy, Pemerintah Pusat akan memenuhi ketersediaan alat ukur Antropometri dan USG (Ultrasonografi) sesuai permintaan Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTB.

Selanjutnya Muhadjir menekannkan pentingnya pengukuran balita yang cermat sehingga menghasilkan data dan informasi stunting yang akurat di NTB.

"Alat ukur yang tidak seragam, ini akan dipenuhi. Cara mengukur harus dibenahi betul untuk akurasi data. Jangan sampai bayi yang stunting dinyatakan tidak stunting sehingga salah dalam melakukan intervensi. Selama ini daerah kurang cermat dan kurang sabar (dalam mengukur bayi). Harus ada kader (Posyandu) yang terlatih," ujar Muhadjir.

Sementara itu dari paparan 10 kabupaten dan kota, hampir semuanya menyatakan perlu bantuan alat USG dan Antropometri serta peningkatan kapasitas kader dan tenaga kesehatan.

Pertemuan daring itu diawali presentasi dari Bupati Lombok Tengah, Bupati Dompu, dan Walikota Bima. Selanjutnya dilakukan dialog dengan Bupati Lombok Barat, Bupati Lombok Timur, Bupati Lombok Utara, Bupati Sumbawa, Walikota Mataram, Bupati Bima, dan Bupati Sumbawa Barat.

FOLLOW US