• News

6 Februari Hari Anti Sunat Perempuan Internasional, Berdampak pada Reproduksi Wanita

Tri Umardini | Senin, 06/02/2023 07:30 WIB
6 Februari Hari Anti Sunat Perempuan Internasional, Berdampak pada Reproduksi Wanita 6 Februari Hari Anti Sunat Perempuan Internasional, Berdampak pada Kesehatan Seksual dan Reproduksi. (FOTO: VICE)

JAKARTA - Hari Anti Sunat Perempuan Internasional atau International Day of Zero Tolerance to Female Genital Mutilation diperingati pada tanggal 6 Februari setiap tahun.

Hari ini dideklarasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 2012.

Adapun tujuan dibuatnya Hari Anti Sunat Perempuan Internasional adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya sunat yang bisa mengancam keselamatan nyawa perempuan.

Adanya hari ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran dan mengintensifkan upaya untuk mengakhiri praktik sunat terhadap perempuan di seluruh dunia.

Sunat pada perempuan dapat sangat berdampak pada kesehatan seksual dan reproduksi mereka.

Sayangnya, praktik ini masih ditemukan di berbagai negara hingga hari ini. Perempuan yang disunat berisiko mengalami perdarahan postpartum, kematian janin, persalinan macet, dan infeksi HIV.

Efek psikologis dari sunat kepada perempuan bahkan juga berbahaya dan bertahan lama.

Trauma yang dialami dapat menyebabkan masalah perilaku pada anak-anak, kecemasan yang dapat melemahkan, stres berlebihan, dan disfungsi seksual.

** Sejarah Hari Anti Sunat Perempuan Internasional

Mutilasi alat kelamin perempuan mengacu pada penghilangan seluruh atau sebagian alat kelamin luar perempuan.

Ini melibatkan menusuk dan memotong klitoris, atau menjahit menutup semua atau sebagian dari alat kelamin luar seorang gadis atau wanita.

Dunia terus kekurangan populasi perempuannya dimana sekitar 200 juta anak perempuan dan perempuan telah menjalani mutilasi alat kelamin hingga saat ini, jumlah yang terus meningkat.

Meskipun para sejarawan berbeda pendapat mengenai asal praktik tersebut, mutilasi alat kelamin perempuan sudah lazim sebelum berdirinya Islam atau Kristen.

Tidak hanya sudah ada sejak lama, beberapa komunitas di seluruh dunia masih mempraktikkannya.

Contoh mutilasi alat kelamin perempuan biasa terjadi di negara-negara Sub-Sahara dan Arab.

Sunat perempuan dapat sangat berdampak pada kesehatan seksual dan reproduksi perempuan dan anak perempuan.

Wanita yang mengalami mutilasi genital berisiko mengalami perdarahan postpartum, kematian janin, persalinan macet, dan infeksi HIV.

Efek psikologis mutilasi alat kelamin perempuan berbahaya dan bertahan lama. Sisa trauma dapat menyebabkan masalah perilaku pada anak-anak, kecemasan yang melemahkan, stres, dan disfungsi seksual.

Bagaimana praktik ini berlangsung begitu lama?

Salah satu kekuatan utama yang mendorong praktik kekerasan ini adalah ketakutan akan stigma sosial.

Norma sosial yang membenarkan mutilasi alat kelamin perempuan berlapis dan kompleks di seluruh lokasi geografis yang membuat penanganan masalah ini menjadi tantangan ganda bagi orang-orang dan agen perubahan secara global.

Pada 2012, Majelis Umum PBB mendeklarasikan 6 Februari sebagai Hari Anti Sunat Perempuan Internasional.

Hari itu bertujuan untuk membangkitkan kesadaran dan mengintensifkan upaya untuk mengakhiri praktik tersebut di seluruh dunia.

Ada alasan kuat untuk meyakini bahwa mutilasi alat kelamin perempuan dapat berakhir dalam satu generasi.

** Garis Waktu Hari Anti Sunat Perempuan Internasional

1. Abad ke-2 SM Tanda Awal
Mumi di Mesir Kuno membawa tanda-tanda mutilasi alat kelamin.

2. Sekitar 500 SM Catatan Sunat
Herodotus mendokumentasikan praktik sunat di antara orang Etiopia, Het, dan Fenisia.

3. Tahun 1950-an
Klitoridektomi sebagai Pengobatan yang Diterima
Operasi pengangkatan klitoris umumnya digunakan di Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk mengobati histeria, nymphomania, epilepsi, masturbasi, dan melankolia.

4. Tahun 2012 Deklarasi Hari Ini
Majelis Umum PBB mengumumkan 6 Februari sebagai Hari Anti Sunat Perempuan Internasional.
(*)

FOLLOW US