• Gaya Hidup

Butuh Perhatian Ekstra, Ketahui Penyebab dan Cara Merawat Anak Tunadaksa

Tri Umardini | Jum'at, 20/01/2023 08:30 WIB
Butuh Perhatian Ekstra, Ketahui Penyebab dan Cara Merawat Anak Tunadaksa Butuh Perhatian Ekstra, Ketahui Penyebab dan Cara Merawat Anak Tunadaksa. (FOTO: SHUTTERSTOCK)

JAKARTA - Secara harfiah, tunadaksa dapat diartikan sebagai cacat tubuh atau yang saat ini lebih dikenal dengan disabilitas fisik.

Merawat penyandang tunadaksa tentu memerlukan perhatian ekstra. Dikutip dari Hellosehat, berikut penjelasan untuk memahami lebih lanjut tentang tunadaksa.

** Apa itu tunadaksa?

Disabilitas merupakan suatu keadaan yang merusak atau membatasi kemampuan mental atau fisik seseorang. Ada beberapa jenis disabilitas, salah satunya tunadaksa atau disabilitas fisik.

Tunadaksa terdiri dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang dan “daksa” yang berarti tubuh. Sederhananya, tunadaksa berarti kondisi seseorang dengan tubuh tidak sempurna.

Pada umumnya, kondisi ini memengaruhi bagian tubuh seseorang sehingga mengganggu atau membatasi fungsi fisik, pergerakan (mobilitas), atau ketangkasan.

Keterbatasan ini yang mengakibatkan penyandang disabilitas fisik terkendala untuk melakukan aktivitas secara mandiri, seperti duduk, berdiri, atau berjalan.

Oleh sebab itu, anak berkebutuhan khusus ini perlu mendapatkan perawatan dan penyesuaian guna mempermudah aktivitasnya sehari-hari.

** Penyebab tunadaksa

Tunadaksa merupakan kondisi yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, baik itu faktor keturunan, penyakit bawaan sejak lahir, atau kecelakaan.

Dilihat dari waktu terjadinya, berikut beberapa faktor yang menjadi penyebab disabilitas fisik.

Fase prenatal (sebelum kelahiran): terjadi saat bayi masih dalam kandungan, seperti kelainan genetik, gangguan pembentukan saraf, dan infeksi yang menyerang otak.
Fase perinatal (saat kelahiran): terjadi saat bayi dilahirkan, seperti pinggul ibu yang terlalu kecil, posisi bayi sungsang, perdarahan otak saat kelahiran, atau pemakaian anestesi (bius) secara berlebihan.
Fase postnatal (setelah kelahiran): terjadi setelah bayi dilahirkan, seperti mengalami penyakit infeksi yang menyerang otak, kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala, hingga amputasi anggota badan.

** Jenis-jenis Tunadaksa

Dilansir dari laman Handicaps Welfare Association, ada dua kategori utama tunadaksa, yakni disabilitas neuromuskuloskeletal dan disabilitas muskuloskeletal.

Adapun definisi dan jenis tunadaksa dari masing-masing kategori tersebut dibahas melalui poin-poin berikut ini.

1. Disabilitas neuromuskuloskeletal

Jenis disabilitas fisik ini disebabkan oleh kelainan pada sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) sehingga anak tidak mampu melakukan gerakan terkontrol dari bagian tubuh tertentu.

Berikut beberapa contoh ganguan akibat kelainan pada sistem saraf pusat.

Cerebral palsy (lumpuh otak): sekelompok gangguan yang memengaruhi otot dan saraf sehingga terjadi gangguan fungsi motorik terutama pada anak-anak.

Poliomyelitis (polio): penyakit menular akibat infeksi virus yang menyerang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem saraf motorik.

Spina bifida: cacat lahir yang terjadi karena tulang belakang dan saraf tulang belakang tidak terbentuk sempurna saat kehamilan.

Stroke: gangguan suplai darah menuju otak sehingga pengidapnya bisa terkena gangguan fungsi motorik dan sensorik tiba-tiba pada satu sisi tubuh.

Cedera kepala: trauma akibat benturan pada kepala yang bisa memengaruhi fungsi motorik dan sensorik pada otak tergantung tingkat keparahannya.

2. Disabilitas muskuloskeletal

Jenis disabilitas fisik ini disebabkan oleh kelainan pada bentuk otot atau tulang, penyakit, dan degenerasi (penuaan) sehingga menghambat aktivitas.

Berikut sejumlah kelainan yang bisa terjadi pada sistem otot dan rangka.

Kehilangan anggota badan: terjadi karena cacat lahir, penyakit, atau kecelakaan yang memerlukan anggota badan buatan untuk menggantikan fungsinya,

Osteoartritis (pengapuran sendi): penyakit radang sendi yang diakibatkan oleh kerusakan tulang rawan sehingga menimbulkan nyeri, sakit, atau kaku sendi.

Distrofi otot: sekelompok penyakit otot yang secara perlahan membuat otot makin melemah hingga kehilangan kekuatan dan fungsinya.

** Karakteristik anak tunadaksa

Anak penyandang disabilitas fisik berkembang sama seperti anak-anak pada umumnya, kecuali pada bagian tubuh tertentu yang memiliki kelainan.

Untuk memahaminya, berikut tiga jenis karakteristik anak tunadaksa yang perlu Anda ketahui.

1. Karakteristik akademik
Anak tunadaksa dengan kelainan sistem otot dan rangka umumnya memiliki tingkat kecerdasan normal sehingga bisa mengikuti pelajaran sama dengan anak normal.

Akan tetapi, anak dengan kelainan sistem saraf pusat biasanya punya tingkat kecerdasan (IQ) yang lebih rendah (intellectual disability).

2. Karakteristik sosial dan emosional
Beberapa anak tunadaksa mungkin merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban bagi orang lain sehingga membuatnya malas belajar, bermain, dan bersosialisasi.

Ketidakmampuan melakukan kegiatan fisik sebagaimana mestinya juga bisa membuat anak mudah tersinggung, marah, rendah diri, pemalu, penyendiri, hingga frustrasi.

3. Karakteristik fisik dan kesehatan
Kecenderungan gangguan kesehatan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya kemampuan pendengaran dan penglihatan, serta gangguan bicara umum terjadi pada anak dengan disabilitas saraf.

Selain itu, penyandang tunadaksa jenis ini juga bisa menunjukkan tanda-tanda hiperaktif (sangat aktif) maupun hipoaktif (sangat pasif) dalam perilakunya.

** Perawatan anak tunadaksa

Perawatan pada anak dengan disabilitas fisik bergantung pada penyebab, jenis, perkembangan penyakit, dan tingkat keparahan dari gangguan yang dialaminya.

Sejumlah program rehabilitasi, seperti terapi okupasi, fisioterapi, dan terapi wicara membantu anak tunadaksa mengelola dan mencegah perburukan kondisi yang mereka alami.

1. Terapi okupasi

Berbagai bentuk perawatan dalam terapi okupasi anak akan membantu anak berkebutuhan khusus menjalani setiap aktivitasnya dengan lebih mandiri.

Terapi ini bisa membantu anak tunadaksa melakukan kegiatan sehari-hari seperti belajar, bermain, menulis, makan, dan memakai pakaian sendiri.

2. Fisioterapi

Fisioterapi melibatkan latihan dan edukasi untuk mengembalikan fungsi dan gerak tubuh penyandang disabilitas yang terganggu akibat penyakit maupun cedera.

Perawatan ini misalnya dalam membantu mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot, sekaligus mencegah perubahan bentuk (deformitas) pada otot dan tulang.

3. Terapi wicara

Perawatan ini akan membantu meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak tunadaksa, terlebih pada mereka yang mengalami gangguan berbicara.

Selain dari perawatan di atas, pendidikan juga menjadi salah satu kebutuhan penting yang perlu Anda perhatikan untuk anak dengan disabilitas fisik.

Berdasarkan buku Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunadaksa dan Tunalaras, pendidikan anak tunadaksa di Indonesia banyak dilakukan melalui jalur sekolah khusus, yakni Sekolah Luar Biasa bagian D (SLB-D).

Anak tunadaksa ringan juga bisa mengikuti pendidikan di sekolah biasa, tetapi mereka mungkin akan mengalami keterbatasan pada mata pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan fisik.

Maka dari itu, orangtua dari anak penyandang disabilitas fisik perlu menentukan jenis sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi buah hatinya.
(*)