• News

Pengamat: Perbuatan Komisioner KIP Tendang Pintu Tak Etis dan Bisa Dipidana

Yahya Sukamdani | Rabu, 28/12/2022 14:11 WIB
Pengamat: Perbuatan Komisioner KIP Tendang Pintu Tak Etis dan Bisa Dipidana Komisioner Komisi Informasi Pusat Periode 2022-2026. Foto: ppid kemhut

JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengaku terkejut melihat video aksi tendang pintu kantor yang dilakukan seorang oknum komisioner Komisi Informasi Publik (KIP). Ia menilai perbuatan tersebut sangat tidak etis dan bahkan bisa dipidana karena merusak aset negara.

“Masak komisioner KIP begitu tingkahnya. Bubarkan saja, pilih lagi. Itu kan sudah jelas ada sesuatu ada masalah di antara komisioner. Bagaimana mau mengurus masalah publik. Karena sampai sekarang peran KIP belum signifikan,” kata Agus Pambagia melalui keterangan tertulis yang diterima katakinicom di Jakarta, Rabu (28/12/2022).

Menurut Agus, tindakan oknum komisioner KIP tersebut secara etika tidak dibenarkan karena komisioner KIP adalah pejabat negara. Mereka dipilih DPR dan dilantik oleh Menkominfo.

Para Komisioner KIP dapat mengimplementasikan program kerja, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintah yang demokratis.

Sebagai Badan Publik seluruh pengelolaannya harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Baik itu lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan organisasi karena anggaran KIP diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Hal senada diungkapkan praktisi komunikasi publik yang merupakan mantan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Freddy H Tulung yang menilai aksi tendang pintu ruangan kantor yang dilakukan seorang oknum komisioner KI Pusat tersebut merupakan tindakan yang kurang pantas.

“Ini bukti dari ketidakmatangan kepribadian sang komisioner terhadap gejolak internal institusinya. Bagaimana mau menjalankan misi KIP dalam menyelesaikan sengketa informasi publik para pihak kalau emosi personal saja tidak bisa dikendalikan,” tuturnya.

Freddy menilai luapan emosi tidak terkontrol tersebut mencerminkan adanya ketidaktepatan dalam asesmen tim seleksi calon komisioner yang tidak saja mensyaratkan kemampuan akademis tetapi memiliki kecerdasan emosional.

Pengamat komunikasi dari Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid, DR Algooth Putranto menilai tindakan oknum komisioner Komisi Informasi Pusat tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara: Pertama, internal KIP harus membentuk Dewan Pengawas ataupun Dewan Etik.  Kedua, negara bisa saja melakukan gugatan hukum terhadap tindakan perusakan aset negara.

“Jika diselesaikan secara etik, bisa dengan membentuk Dewan Etik KIP yang sudah pernah dilakukan 10 tahun lalu. Ketuanya mantan Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa dengan didampingi pihak independen dari kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat,” tuturnya.

Menurut Algooth, jika diselesaikan secara internal maka Dewan Etik KIP yang dibentuk tersebut bersifat ad hoc untuk masa kerja yang telah ditentukan. Mereka memiliki kewenangan memanggil maupun memeriksa pihak-pihak yang diduga dan terkait pelanggaran kode etik, serta meminta data dari KIP terkait dugaan pelanggaran.

Dalam jangka waktu tersebut, Dewan Etik KIP memiliki kewenangan memutus jenis pelanggaran dan merekomendasikan sanksi apa yang akan diberikan. Rekomendasi ini kemudian disampaikan ke KIP dan akan diplenokan.

“Pada sisi lain, negara ataupun anggota dewan sebagai wakil rakyat  dapat menindak aksi  tidak terpuji oknum tersebut karena terkait perusakan aset negara dan sikap  tidak baik. Bahkan ranah hukum bisa menjadi  pilihan  jalan keluar Ketika ada pihak yang merasa  dirugikan ataupun terancam karena  Tindakan tersebut,” pungkas akademisi sekaligus mediator non hakim di PN Jakarta Pusat.

Terpisah, Ketua KIP Doddy Yusgiantoro mengatakan sebagai lembaga yang mengawasi keterbukaan informasi badan publik tentu KIP  akan terbuka dan harus memberikan contoh positif, baik  soal  kerja-kerja  yang  dilakukan KIP maupun   berbagai isu terkait kelembagaan.

Setiap  Komisioner , lanjut dia, memiliki  kewajiban yang sama dalam  menjaga  marwah  Lembaga sebagai  pengemban  amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintah yang demokratis, serta tentunya  menjaga citra integritas  kelembagaan.

Adapun, perbedaan pandangan pada dasarnya merupakan hal yang biasa dalam organisasi. Namun tentu seharusnya disampaikan secara bijak, baik, dan terukur sesuai  dengan etika kelembagaan.

"Sudah sewajarnya setiap tindakan yang kurang tepat dan memiliki konsekuensi etika ataupun hukum dari siapapun dalam kelembagaan harus disikapi sesuai  aturannya," tandasnya

Terkait  persoalan ini, lanjutnya, ada dua penyelesaian, secara internal dan eksternal. "Secara internal, kami akan mengembalikan persoalan ini ke fungsi pengawasan etika kelembagaan. Fungsi pengawasan dari awal saya bekerja sebagai  Ketua KIP menjadi perhatian penting karena akan membantu lembaga dalam menjaga integritas dan kredibilitasnya" tegasnya.

Sementara itu secara eksternal, KIP tentu akan mentaati proses hukum yang berlaku di negara ini  bila memang ada pihak yang dirugikan.

FOLLOW US