• Bisnis

Ibu, Pahlawan Ketahanan Pangan

Pamudji Slamet | Rabu, 30/11/2022 15:56 WIB
Ibu, Pahlawan Ketahanan Pangan Illustrasi

JAKARTA - Isu ketahanan pangan, pada masa kekinian, menjadi isu fenomenal di negeri ini. Dan jika ada pertanyaan, siapakah pahlawan ketahanan pangan, maka jawabannya adalah: ibu. Narasi dalam artikel ini akan membenarkan jawaban tersebut.

Pentingnya peran ibu di balik isu ketahanan pangan pernah dilontarkan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi. Menurut dia, sosok ibu adalah juru kunci ketahanan pangan. Terkait hal itu, dia juga menyatakan bahwa ibu adalah pengendali inflasi sejati, khususnya di sektor pangan.

"Saya banyak belajar soal ketahanan pangan dari pola pengasuhan sang ibu," kata Dedi saat menjadi pembicara pada acara Sosialisasi "Ketahanan Pangan dan Pengendalian Inflasi" di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Senin, 14 November 2022.

Lalu, wakil rakyat itu berkisah tentang sosok sang ibu, yang dengan kemampuan alamiahnya, mampu mengatur ketahanan pangan keluarga. Padahal, kala itu, Dedi dan keluarganya hidup dengan ekonomi pas-pasan.

Kemampuan sang ibu menjaga ketahanan pangan keluarga, menurut Dedi, benar-benar menonjol. Sang ibu, lanjut Dedi, mengatur pengolahan pangan dengan memanfaatkan cadangan pangan di dalam dan luar rumah.

Cadangan pangan tersebut berupa beras yang disimpan di gentong, tanaman sayur, dan bumbu masakan di pekarangan rumah. Efek positifnya, meski sedang paceklik, keluarganya tetap bisa makan.

“Dalam pengelolaan seperti itu, maka uang tidak begitu penting karena ibu cerdas mengatur dapur. Maka, ibu adalah juru kunci ketahanan pangan dan pengendali inflasi yang seutuhnya,” tutur Dedi.

Barter Beras

Seorang karyawan swasta di Jakarta, yang enggan disebutkan namanya, menuturkan kisah, yang hampir serupa dengan cerita Dedi. Dia juga membenarkan bahwa ibu adalah juru kunci, sekaligus pahlawan ketahanan pangan keluarga.

"Sebagai istri pensiunan, ibu kami selalu mengutamakan beras, dalam daftar belanja bulanan. Menjelang siang, usai bapak mengambil uang pensiunan, saya menemani ibu ke pasar, belanja beras. Hampir setengah dari uang pensiun bapak yang tidak seberapa, dibelanjakan beras," ujar dia memaparkan kisah sang ibu.

Berkilo-kilo beras yang dibeli dengan uang pensiun bapak, lanjut dia, disimpan di gentong tanah liat yang sudah berumur. Ibu selalu bilang, beras di dalam gentong tidak boleh kosong.

"Kalau gentong kosong, itu tanda akan ada masalah dengan ketahanan pangan keluarga, " kata dia.

Guna mencegah kekosongan gentong, ibu menetapkan tanggal belanja beras, yang tidak pernah dilanggar. Yakni, setiap tanggal 5, sehari sebelum stok beras habis. Tanggal tersebut dipilih sebagai Hari H belanja beras juga karena berbarengan dengan tanggal bapak mengambil uang pensiun.

Selain untuk makan keluarga, dia menambahkan, beras tersebut juga dipakai oleh ibu sebagai alat "barter" belanja lauk dan sayur. Mekanisme belanja yang tidak menggunakan uang ini dilakukan antar tetangga.

"Jika ada tetangga yang memiliki sayur, telur, atau ikan, lebih, ibu menukarnya dengan beras. Dengan cara ini, ibu tidak perlu mengeluarkan uang untuk belanja pangan non beras. Cara ini pula, yang menjauhkan kami dari tekanan inflasi pangan," papar dia.

Dua cerita tersebut mempertegas dahsyatnya peran ibu dalam menjaga ketahanan pangan, dari sisi konsumsi.

Tidak hanya konsumsi, kepahlawanan seorang ibu dalam ketahanan pangan, juga terlihat di sisi produksi dan distribusi.

Di sisi produksi, kepahlawanan tersebut tecermin dari populasi atau jumlah petani perempuan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani perempuan di Indonesia pada tahun 2019 tercatat sebanyak 8.051.328 jiwa.

Tangan Lembut

Sementara itu, tangan lembut seorang ibu atau perempuan juga berperan penting di sisi distribusi pangan. Kiprah Diana Dewi (pemilik Toko Daging Nusantara sekaligus Ketua KADIN Jakarta), serta Amanda Cole (pendiri dan CEO platform Sayurbox) bisa menguraikan hal tersebut.

Para praktisi dan pemerhati pangan pasti mahfum, bahwa ujian ketahanan pangan, salah satunya muncul dalam momentum Hari Besar Keagamaan.Dalam momentum ini, harga pangan berpotensi mengalami kenaikan.

"Biasanya menjelang datangnya bulan puasa, selalu ditandai oleh antrian pembeli yang akan membeli daging. Untuk mengantisipasi antrian yang mengular, kami setiap tahun selalu membuka Toko Daging Nusantara yang baru dimana semua barang-barang yang terdapat di toko, kami pastikan tidak akan mengalami kenaikan harga hingga hari raya Idul Fitri," ujar Diana Dewi, seperti dikutip media.

Hingga saat ini, selain di Duri Kosambi Cengkareng Jakarta barat, Diana Dewi telah membangun Toko Daging Nusantara di Depok Jawa barat, Kranggan Bekasi serta Rawamangun Jakarta timur. Ke depan, ibu dua anak ini, akan membangun Toko Daging Nusantara di kawasan Cikarang, Kemang, Tebet, serta Kota Bandung.

Dengan banyaknya toko daging yang dibangun, Diana berkeyakinan potensi kenaikan harga pada Hari Besar Keagamaan, bisa dihindari. Dengan tetap terjaganya harga daging, maka terjaga pula ketahanan pangan.

Spirit menjaga ketahanan pangan, juga tecermin dari niat awal Amanda Cole membangun platform Sayurbox. Melalui platform ini, lulusan management and finance The University of Manchester tersebut, ingin memecah kebuntuan distribusi pangan, khususnya sayur.

Sayurbox lahir dari hasil amatan Amanda terhadap kesulitan petani dalam menjual produknya, terutama terkait logistik dan pendistribusian. Oleh karena itu, Amanda ingin memecahkan rantai distribusi tersebut dengan menciptakan sebuah platform, hingga para petani dapat menemukan pasarnya sendiri.

Dilansir dari Forbes, Sayurbox melakukan 1.000 pengiriman dalam sehari. Sayurbox telah memiliki sebanyak 70-80 petani dan 300 mitra. Pasar Sayurbox masih berada di Jabodetabek yang melayani 50.000 pelanggan, dan masih didominasi oleh konsumen rumah tangga.

Bersandar kepada narasi di atas, maka benar jika dikatakan, peran ibu atau perempuan di sektor pangan sangat strategis. Maka benar pula jika ada yang bilang, mereka lah sang pahlawan ketahanan pangan.

 

FOLLOW US