• Info MPR

HNW Tolak Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden

Akhyar Zein | Rabu, 23/11/2022 22:30 WIB
HNW Tolak Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritik dan menolak wacana usulan perpanjangan/penambahan masa jabatan Presiden Jokowi (foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritik dan menolak wacana usulan perpanjangan/penambahan masa jabatan Presiden Jokowi melalui dekrit, yang dilayangkan oleh salah seorang pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), karena wacana itu selain tidak sesuai dengan ketentuan Konstitusi, juga bisa mengarahkan Indonesia menjadi negara kekuasaan, bukan negara hukum.

“Apabila ada yang mewacanakan mengubah UUD NRI 1945 termasuk perpanjangan masa jabatan Presiden, itu merupakan wacana yang tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa ditindaklanjuti, karena tidak memenuhi aturan konstitusi yang berlaku,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (23/11).

“Dan salah satu ciri negara hukum adalah menjunjung tinggi supremasi hukum, termasuk ketentuan UUD. Itu yang harusnya dilaksanakan, dipegang bersama, dan para pimpinan lembaga negara mestinya berada di garda terdepan, menjadi teladan bagi Rakyat,” ujarnya.

Karenanya, HNW sangat menyayangkan adanya wacana mengusulkan perpanjangan masa jabatan Presiden dengan mendorong Presiden Jokowi membuat Dekrit. Karena “dekrit” itu secara legal adalah jenis keputusan Presiden, dan itu bukan ketentuan UUD. Bila mengacu kepada konsep negara hukum yang berlaku saat ini di Indonesia, keputusan Presiden tidak bisa mengubah ketentuan-ketentuan atau ayat-ayat yang ada dalam UUD NRI 1945.

HNW mengingatkan agar wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi melalui dekrit ini tidak disamakan dengan dekrit mengembalikan UUD NRI 1945 oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959.

“Kondisi politik dan aturan hukum yang berlaku sangatlah berbeda. Dahulu, ada kondisi deadlock politik konstitusional, sekarang tidak ada. Dulu tidak ada aturan Konstitusi yang menyebut dengan tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, sekarang ketentuan sbg negara hukum itu dinyatakan dengan tegas di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945,” tukasnya.

Oleh karenanya, lanjut HNW, dengan kondisi konstitusional dan politik yang berbeda itu, dan apalagi pasca amandemen UUD NRI 1945, upaya untuk mengulang model “dekrit” presiden tersebut tidak berhasil dilakukan. Misalnya, seperti maklumat atau dekrit Presiden Gus Dur yang membubarkan DPR. “Maklumat atau ‘dekrit’ tersebut tidak bisa dijalankan, malah berdampak negatif terhadap Presiden Gus Dur dan kelanjutan kekuasaannya,” ujarnya.

“Semestinya semua pihak, apalagi para negarawan, tegak lurus dengan Konstitusi, agar menjaga kondisi tetap kondusif, dengan tidak bermanuver yang bisa menimbulkan kondisi yang memanas karena tidak dilaksanakannya ketentuan konstitusi,” tuturnya.

“Semua pihak mestinya fokus bantu KPU dan Bawaslu mempersiapkan sukses Pemilu 2024, apalagi tahapannya sudah makin berjalan. Partai-partai peserta pemilu juga sudah diverifikasi administrasi dan faktual. Beberapa partai juga sudah umumkan bacapres dan/atau koalisinya untuk pilpres 2024,” pungkasnya.

FOLLOW US