• News

G20 Gelar Pertemuan Darurat Terkait Rudal Rusia yang Nyasar ke Polandia

Yati Maulana | Rabu, 16/11/2022 10:01 WIB
G20 Gelar Pertemuan Darurat Terkait Rudal Rusia yang Nyasar ke Polandia Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, bersama para pempimpin negara Eropa dan Presiden Amerika menghadiri pertemuan darurat setelah rudal nyasar Rusia di Polandia, di Bali, Indonesia, 16 November 2022. Foto: Reuters

JAKARTA - Para pemimpin ekonomi Kelompok 20 (G20) akan mengadakan pembicaraan hari kedua pada hari Rabu, meskipun jadwal di KTT itu terganggu oleh pertemuan darurat untuk membahas laporan pendaratan rudal di wilayah Polandia dekat Ukraina.

Anggota NATO Polandia mengatakan bahwa roket buatan Rusia menewaskan dua orang pada hari Selasa di Polandia timur dekat Ukraina, dan memanggil duta besar Rusia untuk Warsawa untuk penjelasan setelah Moskow membantah bertanggung jawab.

Ledakan itu terjadi setelah Rusia menyerang kota-kota di seluruh Ukraina dengan rudal, serangan yang menurut Kyiv adalah gelombang serangan terberat hampir sembilan bulan setelah invasi Rusia.

Para pemimpin dari Kelompok Tujuh negara serta Spanyol dan Belanda, yang semuanya berada di Pulau Bali, Indonesia untuk KTT G20. Mereka lalu mengadakan pertemuan darurat sebagai tanggapan atas serangan rudal di Polandia. Negara-negara G7 termasuk Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Kanada, Italia, Inggris, dan Jepang.

Pertemuan para pemimpin G20 pada hari Rabu akan menjadi penting untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang perang di Ukraina, kata kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Selasa setelah laporan ledakan di Polandia.

Kementerian pertahanan Rusia membantah laporan bahwa rudal Rusia telah mendarat di Polandia, menggambarkannya sebagai "provokasi yang disengaja yang bertujuan untuk meningkatkan situasi".

Para pemimpin G20 dijadwalkan mengunjungi sebuah lokasi di Bali untuk menanam mangrove pada Rabu pagi, meskipun jadwal pertemuan yang diselenggarakan oleh Indonesia tidak selalu berjalan sesuai rencana.

Dorongan yang dipimpin Barat untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina mendominasi pembicaraan hari Selasa.

Invasi Presiden Vladimir Putin pada 24 Februari ke Ukraina telah menghantam ekonomi global dan menghidupkan kembali perpecahan geopolitik era Perang Dingin tepat saat dunia bangkit dari pandemi COVID-19 yang terburuk.

Seperti pada forum internasional lainnya baru-baru ini, Amerika Serikat dan sekutunya mencari pernyataan dari KTT G20 yang menentang tindakan militer Moskow.

Tetapi Rusia, yang pasukannya menggempur kota-kota dan fasilitas energi di seluruh Ukraina bahkan ketika G20 bertemu, mengatakan "politisasi" KTT itu tidak adil.

"Ya, ada perang yang terjadi di Ukraina, perang hibrida yang telah dilancarkan dan dipersiapkan oleh Barat selama bertahun-tahun," kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, mengulangi ucapan Putin bahwa perluasan aliansi militer NATO telah mengancam Rusia. Lavrov mewakili Putin di KTT.

Komunike bersama G20, yang perlu disetujui oleh semua pihak, tampaknya tidak mungkin dilakukan tahun ini, dengan Indonesia malah mendorong deklarasi para pemimpin, kata sumber-sumber diplomatik.

Draf deklarasi setebal 16 halaman yang dilihat oleh Reuters, yang menurut para diplomat belum diadopsi oleh para pemimpin, mengakui keretakan atas perang Ukraina.

"Sebagian besar anggota mengutuk keras perang di Ukraina dan menekankan hal itu menyebabkan penderitaan manusia yang luar biasa dan memperburuk kerentanan yang ada dalam ekonomi global," katanya.
"Ada pandangan lain dan penilaian berbeda terhadap situasi dan sanksi."

Rancangan itu juga mengatakan "penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir tidak dapat diterima".

Barat menuduh Rusia membuat pernyataan tidak bertanggung jawab tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir sejak invasi ke Ukraina. Rusia pada gilirannya menuduh Barat melakukan retorika nuklir yang "provokatif".

Ke-19 negara di G20 bersama dengan Uni Eropa menyumbang lebih dari 80% produk domestik bruto dunia, 75% perdagangan internasional, dan 60% populasinya.

Tuan rumah Indonesia telah memohon persatuan dan fokus pada masalah seperti inflasi, kelaparan, dan harga energi yang tinggi, yang semuanya diperburuk oleh perang.

Draf dokumen KTT juga mengatakan bank sentral G20 akan mengkalibrasi pengetatan moneter dengan memperhatikan masalah inflasi global, sementara stimulus fiskal harus "sementara dan ditargetkan" untuk membantu yang rentan tanpa menaikkan harga.

Mengenai utang, ia menyuarakan keprihatinan tentang situasi yang "memburuk" di beberapa negara berpenghasilan menengah dan menekankan pentingnya semua kreditur berbagi beban yang adil.

Beberapa kelompok masyarakat sipil mengecam draf deklarasi G20 karena gagal mengambil tindakan terhadap kelaparan, tidak memperkuat upaya untuk mendanai pembangunan, dan mengabaikan komitmen sebelumnya untuk menyediakan $100 miliar dalam pembiayaan iklim pada tahun 2023.

FOLLOW US