• Kabar Pertanian

Kementan Gelar TOT untuk Jelaskan Solusi Hadapi Pupuk Mahal

Agus Mughni Muttaqin | Rabu, 26/10/2022 20:25 WIB
Kementan Gelar TOT untuk Jelaskan Solusi Hadapi Pupuk Mahal Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo dan Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi dalam kegiatan Training of Trainer (TOT) yang digelar secara virtual, Rabu, 26 Oktober 2022. (Foto: Kementan)

BOGOR – Kementerian Pertanian mengajak Widyaiswara, Dosen, Guru, dan Penyuluh Pertanian untuk menjelaskan solusi menghadapi pupuk yang mahal. Hal tersebut disampaikan dalam Training of Trainer (TOT) yang dilaksanakan, Rabu (26/10/2022).

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, insan pertanian harus bersiap menghadapi permasalahan, seperti ancaman krisis pangan global, termasuk mahalnya harga pupuk.

“Pertanian adalah sektor yang sangat penting. Apalagi, selama pandemi Covid-19 lalu, pertanian menjadi satu-satunya sektor yang mampu tumbuh positif disaat sektor lain tiarap. Kita berharap keberhasilan ini bisa terus dipertahankan bahkan ditingkatkan untuk menghadapi tantangan yang akan datang,” katanya.

Mentan menambahkan, bangsa akan bersoal kalau pangan bersoal.

“Oleh karena itu, pelatihan ini menyentuh strategis dan dasar, kita bicara pupuk kita bicara produktivitas. Kita tidak boleh main-main. Tidak boleh spekulasi dan apa adanya. Segala langkah yang akselerasi memenuhi tantangan dan menembus kondisi era yang ada menjadi bagian yang sangat penting dan harus terus dilakukan,” katanya.

Mentan menambahkan, pelatihan ini dilakukan terus-menerus untuk antisipasi dan beradaptasi dengan tantangan. Ia menambahkan, ada 3 hal yang harus dilakukan yaitu sekolah, teori dan pertemuan seperti ini.

“Langkah selanjutnya adalah menjabarkan melalui agenda manajerial sistem. Ilmu ini harus diterapkan. Serta mengubah mindset atau behavior dari orang-orang yang dituju dari pelatihan itu. mereka harus bisa berubah dengan kondisi yang ada,” ujarnya.

Mentan Syahrul mengatakan, pangan atau pertanian Indonesia sudah lama membela bangsa ini. Dan hal ini yang harus terus dijaga.

“Jangan sampai kita tidak bisa melakukan upaya seperti atau me-maintenance yang sudah dilakukan pendahulu kita. Karena, bukan kita yang mengakibatkan distorsi bagi negara ini. 2,5 tahun kita dihajar covid-19, ekonomi dunia terhenti, dan itu menghantam pangan dunia, yang kedua yaitu climate change datang terjadi dimana mana khususnya negara 4 musim,” katanya.

Belum selesai masalah, hadir perang yang membuat kondisi global terkontraksi cukup dalam. Oleh sebab itu, Mentan mengajak peserta menyatukan visi dan misi untuk menjaga pertanian kita, menjaga bangsa.

“Jangan ada yang pesimis, kita harus optimis dan bergerak. pangan tidak boleh bersoal. pertanian tetap eksis bahkan meningkat ditengah pandemi, climate change dan perang,” katanya.

“Kita harus buat energi yang cukup bagi bangsa ini untuk menjawab tantangan. kita buat pupuk sendiri, kita bisa. Pupuk subsidi bukan langka tapi kurang itulah faktanya. Lakukan mitigasi dan adaptasi. Swasembada pangan wajib dipertahankan. Serta kolaborasi dengan institusi lain mengumpulkan dan menyatukan energi menghadapi tantangan global,” tegas Mentan. 

Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan Revolusi Hijau menempatkan inovasi teknologi pupuk dan pemupukan leading membawa produktivitas pertanian melejit.

“Kita semua tahu pupuk dapat memberikan atau menggenjot produktivitas 15-75 persen dari produktivitas kita. Itu ternyata yang membuat kita khawatir kalau subsidi  pupuk dicabut, produktivitas padi kita tanda tanya,” katanya.

Dijelaskan Dedi, padi menghasilkan gabah, nasi, sebagai makanan pokok. Oleh sebab itu, kalau makanan pokok bersoal, maka hidup dan kehidupan kita bersoal.

“Namun ternyata sarana produksi pertanian harganya juga ikut melejit, apalagi bahan baku pupuk, potasium atau kalium. Deposit terbesar ada di Rusia. Dan seluruh negara agraris impor pupuk KCL dari Rusia, termasuk Indonesia. Setiap tahun kita impor, bahan baku pupuk KCL, NPK dari Rusia,” terangnya.

Dedi menambahkan, akibat perang yang terus terjadi, batuan fosfat sebagai bahan baku pupuk P, SP 36, NPK ikut bermasalah. “Sekarang kenaikan harga bahan baku pupuk P, SP 36 dan NPK naik lebih dari 200%. itu kondisi kita,” katanya.

Dedi menjelaskan, pupuk dan pemupukan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas 15-75 persen. Tetapi, dengan kondisi harga pupuk melejit maka tentu ini akan menyebabkan pembengkakan biaya produksi pertanian kita.

“Satu sisi di Indonesia, terutama di daerah intensifikasi, penggunaan pupuk tidak karuan. Banyak yang berlebih, pemberian pupuk berlebih tidak akan menaikan produktivitas. justru akan berisiko tanaman diserang penyakit. Tapi, di sisi lain banyak petani kita tidak memakai pupuk terutama di lahan sawah tanah hujan, lahan kering. sangat  ekstrem, artinya di satu sisi tidak menggunakan pupuk di sisi lain penggunaan pupuk yang berlebihan,” katanya.

Dengan naiknya harga pupuk, Dedi mengajak petani untuk  kita harus tingkatkan efisiensi dalam menggunakan pupuk.

“Di saat yang sama, kita harus putar otak bagaimana caranya kita selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, kita harus juga kreatif memanfaatkan pupuk yang disediakan oleh alam, ada pupuk organik, hayati, mikroorganisme lokal dan pembenah tanah. Itu yang harus kita ulik, itu yang harus kita perhatikan saat ini,” terangnya.

Menurutnya, itulah yang mendasari pelaksanaan ToT ini. Di tengah deraan kenaikan harga pupuk kimia yang tidak karuan, petani harus diberikan solusi, amunisi untuk mengatasi permasalahan ini.

“Widyaiswara, dosen, guru dan penyuluh kementan sangat berharap semua bisa paham permasalahan bagaimana kondisi pupuk dan pemupukan kita saat ini. Termasuk bagaimana ketersediaan pupuk kimia yang saat ini semakin langka dan mahal, tentu yang paling utama adalah bagaimana kita memberikan solusi kepada petani ditengah harga pupuk yang mahal ini,” ujarnya.

FOLLOW US