• News

Kasus Rektor Unila, KPK Temukan Bukti Transfer dan Daftar Donatur

Budi Wiryawan | Rabu, 14/09/2022 15:45 WIB
Kasus Rektor Unila, KPK Temukan Bukti Transfer dan Daftar Donatur Gedung KPK (Pontas)

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) temukan bukti transfer hingga daftar donatur dalam kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Universitas Negeri Lampung (Unila) tahun akademik 2022.

Barang bukti tersebut ditemukan kala tim penyidik KPK menggeledah tiga lokasi di Lampung pada Selasa (13/9) kemarin.

"Tim penyidik telah selesai melakukan penggeledahan di beberapa tempat dan lokasi yang berbeda," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu.

Lokasi pertama yang digeledah tim penyidik yakni Kantor Yayasan Alfian Husin Kampus IIB Darmahusada, Jl. Zainal Abidin, Pagar Alam, Lampung. Dari lokasi itu tim penyidik menemukan dokumen terkait transfer dana dan bukti elektronik (BBE).

Lokasi kedua yakni Gedung Lampung Nahdiyin Center (LNC) di Jalan Rajabasaraya I Lampung. Di tempat ini tim penyidik memperoleh sejumlah dokumen di antaranya terkait daftar donatur.

Lokasi ketiga yakni sebuah rumah Rumah di Jalan Nusantara GG Cemara no 11 Bandara Lampung dan rumah Jl Duren 11 blok E Jati Agung, Lampung Selatan. Dari dua lokasi ini ditemukan dokumen terkait SNMPTN dan pengumuman hasil SNMPTN, serta dokumen dana iuran uang kuliah tunggal (UKT).

"Seluruhnya akan dianalisis dan disita sebagai barang bukti dalam berkas perkara ini," kata Ali.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun akademik 2022.

Selain Karomani, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan Andi Desfiandi selaku pihak swasta atau terduga penyuap.

Karomani disebut memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi calon mahasiswa yang ingin lolos dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru Unila.

Karomani yang menjabat sebagai rektor Unila periode 2020-2024, memiliki kewenangan melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

Selama proses Simanila berjalan, Karomani diduga aktif terlibat dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila. Dia memerintahkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan Ketua Senat Muhammad Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang ingin dinyatakan lulus.

Di mana, setiap orang tua yang ingin anaknya dinyatakan lulus harus menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.

Karomani juga diduga memberikan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri, dan Budi Sutomo agar mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus.

Kemudian Karomani diduga memerintahkan Mualimin, selaku dosen Unila untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.

Andi Desfiandi, sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.

Mualimin selanjutnya atas perintah Karomani mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari Andi Desfiandi di salah satu tempat di Lampung.

Adapun seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp575 juta.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang telah dialih bentuk ke dalam bentuk tabungan, deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar.

Sebagai penerima, Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 200 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Andi Desfiandi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

FOLLOW US