• Gaya Hidup

Dibayar Rp1 Juta Untuk Tidak Lakukan Apa-apa

Akhyar Zein | Rabu, 07/09/2022 05:01 WIB
Dibayar Rp1 Juta Untuk Tidak Lakukan Apa-apa Morimoto duduk di seberang Aruna Chida, seorang analis data berusia 27 tahun yang mengenakan pakaian sari, mengobrol ringan sambil minum teh dan kue.(foto: Foto: REUTERS)

JAKARTA - Shoji Morimoto, pria asal Jepang, memiliki apa yang sebagian orang akan lihat sebagai pekerjaan impian: dia dibayar untuk tidak melakukan apa-apa.

Penduduk Tokyo berusia 38 tahun ini memasang tarif sebesar 10.000 yen atau sekitar Rp1 juta untuk setiap permintaan menjadi pendamping atau sekadar hanya menemani sang klien.

"Pada dasarnya, saya menyewakan diri saya sendiri. Pekerjaan saya adalah berada di mana pun klien saya menginginkan saya dan tidak melakukan apa pun secara khusus," kata Morimoto kepada Reuters. Dalam empat tahun terakhir, katanya, ia telah mendapatkan 4.000 permintaan.

Bertubuh kurus dan berpenampilan rata-rata, Morimoto sekarang memiliki hampir seperempat juta pengikut di Twitter. Melalui platform tersebut, ia menemukan sebagian besar kliennya. Kira-kira 25 persen dari pengikutnya itu adalah pelanggan tetap, termasuk yang telah mempekerjakannya sebanyak 270 kali.

Pekerjaan Morimoto memang beragam rupanya. Pernah suatu waktu ia hanya menemani kliennya yang ingin bermain jungkat-jungkit di taman. Di waktu lain, ia juga harus tampil dengan muka berseri-seri dan melambai melalui jendela kereta api, melepas keberangkatan orang asing, kliennya.

Tidak melakukan apapun bukan berarti Morimoto mau menerima setiap permintaan. Dia telah menolak tawaran untuk memindahkan lemari es dan pergi ke Kamboja, dan tidak menerima permintaan apapun yang berbau seksual.

Pekan lalu, Morimoto duduk di seberang Aruna Chida, seorang analis data berusia 27 tahun yang mengenakan pakaian sari, mengobrol ringan sambil minum teh dan kue.

Chida ingin mengenakan pakaian India di depan umum tetapi khawatir itu akan mempermalukan teman-temannya. Jadi dia meminta tolong Morimoto untuk menemaninya.

"Dengan teman-teman saya, saya merasa harus menghibur mereka, tetapi dengan penyedia jasa sewa (Morimoto) saya tidak merasa perlu untuk mengobrol," katanya.

Sebelum Morimoto menemukan pekerjaan yang merupakan panggilan dari hatinya, dia bekerja di sebuah perusahaan penerbitan dan sering dicaci karena "tidak melakukan apa-apa".

"Saya mulai bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika saya memberikan kemampuan saya untuk `tidak melakukan apa-apa` sebagai layanan kepada klien," katanya.

Bisnis pertemanan sekarang menjadi satu-satunya sumber pendapatan Morimoto, yang dengannya dia menghidupi istri dan anaknya. Meskipun dia menolak untuk mengungkapkan berapa besar penghasilannya, Marimoto mengatakan dia mendapatkan sekitar satu atau dua klien sehari. Sebelum pandemi, kliennya bahkan mencapai tiga atau empat orang per hari.

Saat ia menghabiskan hari Rabu tanpa melakukan apa-apa di Tokyo, Morimoto merenungkan sifat aneh pekerjaannya. Jasa tersebut tampaknya akan menimbulkan pertanya pada masyarakat yang menghargai produktivitas dan mencemooh ketidakbergunaan.

"Orang cenderung berpikir bahwa dengan saya `tidak melakukan apa-apa,` saya menjadi berharga karena berguna (bagi orang lain) ... Tapi tidak apa-apa (sebenarnya) untuk tidak melakukan apapun (dalam suatu waktu). Orang tidak harus berguna dengan cara tertentu," katanya.

FOLLOW US