• Info MPR

HNW: Batalkan Kenaikan Harga BBM

Akhyar Zein | Minggu, 04/09/2022 20:01 WIB
HNW: Batalkan Kenaikan Harga BBM Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA (Foto: Huma MPR)

JAKARTA,- Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA., menolak kenaikan harga BBM bersubsidi sementara bansos alih-subsidi bahan bakar minyak berpotensi tidak akurat. Apalagi, ketidak akuratan bansos alih-subsidi bahan bakar minyak jumlahnya tidak hanya 1, 2, 3 seperti yang diakui Presiden Jokowi (3/9/2022).

HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid menghitung, penerima bansos yang belum jelas datanya dan rawan tidak tepat sasaran berjumlah 1,85 an juta keluarga, sebagaimana dipahami dari pernyataan pers Mensos (3/9/2022). Dan itu semua jadi bukti indikasi dini tidak tepatnya sasaran bansos sebagai pengalihan dari subsidi untuk BBM.

“Presiden Jokowi sendiri yang pernah menjamin tidak ada kenaikan harga BBM hingga akhir tahun, mengakui bahwa bansos alih-subsidi BBM tidak akan sepenuhnya tepat sasaran. Jika demikian dan di era di mana harga minyak dunia sedang turun, pemerintah Malaysia juga turunkan harga BBM, maka sebaiknya janji jaminan tidak menaikkan harga BBM itu yang dipenuhi, sekaligus dengan serius memperbaiki data yang berhak menerima Bansos reguler karena selalu jadi temuan dari BPK.Karena dampak dari kenaikan BBM akan memunculkan masalah-masalah sosial dan inflasi serta lonjakan angka kemiskinan yang lebih besar dari dampak singkat pertahanan daya beli dengan pemberian bansos pengalihan subsidi BBM tersebut,” disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (4/9/2022).

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mengingatkan, selain 1,85an juta data KPM yang tidak jelas sumbernya, 18,8 juta data yang dinyatakan sudah siap salur dan sedang dibersihkan tersebut bersumber dari data penerima program reguler yakni BPNT dan PKH.

Nahasnya, data kedua program tersebut konsisten bermasalah. Yang terbaru misalnya, pada Juni 2022 Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan kesalahan penyaluran pada program-program tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 6,9 Triliun.

“Klaim Mensos bahwa 18,8 juta sudah siap salur juga patut dibuktikan ketepatannya. Pasalnya data-data seperti ini selama ini selalu ditemukan penyimpangan, mulai dari masih dicantumkannya warga yang sudah meninggal tapi masih masuk data, tidak tercantum datanya di DTKS, NIK invalid, KPM sudah non-aktif tapi masih diberikan, dan banyaknya penerima ganda,” lanjutnya.

Seperti disampaikan Presiden, bantuan langsung tunai alih-subsidi BBM memakan anggaran Rp 12,4 Triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga dengan besaran Rp 150 ribu per bulan selama 4 bulan. Bansos tersebut merupakan bagian dari skema anggaran alih-subsidi BBM sebesar Rp 24,17 Triliun.

Sementara itu nilai kebutuhan tambahan anggaran subsidi untuk menahan harga BBM tidak naik adalah Rp 198 Triliun, jauh lebih besar dari angka bansos. Dampaknya, efek negatif kenaikan harga BBM pasti lebih besar dari efek pertahanan daya beli sesaat akibat pemberian bansos.

“Dari jomplangnya angka subsidi dan bansos tersebut bisa dilihat bahwa bansos hanya berperan sebagai pelipur lara sesaat saja. Kalau Pemerintah memang serius membantu masyarakat dan mengalihkan subsidi BBM menjadi bansos, maka nilai bansosnya harus setara dengan nilai kebutuhan tambahan subsidi yakni Rp 198 Triliun. Pendataan bansos harus disiapkan dengan matang dan akurat agar tepat sasaran, pemberiannya hendaknya tidak hanya beberapa bulan tapi sepanjang waktu terdampak akibat dinaikkannya harga BBM, dan penerimanya tidak hanya 20,65 juta, tapi sebanyak warga yang terdampak negatif akibat dinaikkannya harga BBM itu,” ujarnya.

Namun demikian, HNW tetap mendesak agar Pemerintah yang diperintahkan oleh Konstitusi dan Pembukaan UUD 45 untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, segera mengoreksi dengan tidak jadi menaikkan harga BBM sekalipun terlanjur diumumkan.

“Seharusnya Pemerintah terlebih dahulu membahasnya dengan DPR yang mayoritasnya menolak kenaikan harga BBM. Mendengarkan jeritan Rakyat yang makin disusahkan bila harga BBM tetap dinaikkan. Mencerna masukan dari para pakar bagaimana menghindarkan pembebanan terhadap APBN dengan tidak menambah kesusahan Rakyat. Misalnya dengan menunda proyek-proyek yang tidak prioritas dan tidak menjadi hajat Rakyat banyak. Seperti proyek IKN, KCJB, dan infrastruktur, serta memprioritaskan pembangunan kilang agar Indonesia tidak lagi mengekspor minyak mentah dan mengimpor kembali dari Singapura. Dengan demikian akan ada ketersediaan minyak siap pakai di Indonesia. Agar selamatlah APBN kita, selamat juga Rakyat Indonesia akibat dari ketidakbijakan menaikkan harga BBM bersubsidi,” pungkasnya

FOLLOW US