• News

27 Agustus 1883 Gunung Krakatau Meletus, Turunnya Suhu di Seluruh Dunia

Tri Umardini | Sabtu, 27/08/2022 09:30 WIB
27 Agustus 1883 Gunung Krakatau Meletus, Turunnya Suhu di Seluruh Dunia 27 Agustus 1883 Gunung Krakatau Meletus, Atmosfer Tertutup dan Turunnya Suhu di Seluruh Dunia. (FOTO: BERBEEL; 1887)

JAKARTA - Pada 27 Agustus 1883 terjadi peristiwa meletusnya Gunung Krakatau di Selat Sunda.

Letusan ini tercatat sebagai yang terkuat sepanjang sejarah karena memicu tsunami setinggi 37 meter dan menjadi tsunami vulkanik terbesar.

Letusan ini bahkan terdengar hingga Australia Tengah yang berjarak 3.300 kilometer dan Pulau Rodriguez di Samudera Hindia yang berjarak 4.500 kilometer.

Krakatau telah menunjukkan peningkatan aktivitas pertamanya setelah “tertidur” lebih dari 200 tahun pada 20 Mei 1883.

Hingga akhirnya letusan dahsyat mulai terjadi pada 26 Agustus dan puncaknya pada 27 Agustus 1883.

Bencana alam ini menelan korban jiwa sekitar 35.500 orang. Sebanyak 31.000 di antaranya meninggal akibat tsunami yang timbul akibat letusan.

Sisanya, meninggal akibat aliran piroklastik yang sangat panas.

Saat erupsi, Krakatau memuntahkan abu vulkanik setinggi 80 kilometer dan menyebabkan langit menjadi gelap dan berlangsung dari pagi hingga malam.

Letusan itu memicu serangkaian bencana alam yang dirasakan hingga ke seluruh dunia. Tak hanya itu, letusan Krakatau bahkan menutupi atmosfer dan berakibat pada turunnya suhu di seluruh dunia.

Dikutip dari berbagai sumber, letusan Gunung Krakatau hanya kalah dari letusan skala 7 Gunung Tambora pada 1815 dan letusan skala 8 Gunung Toba di Sumatera Utara, 74.000 pada 2017.

Letusan Gunung Krakatau disebut berkekuatan 21.574 kali daya ledak bom atom meleburkan Hiroshima (De Neve, 1984).

Akibat letusan Gunung Krakatau, tak hanya melenyapkan Pulau Krakatau, tetapi letusan dahsyat gunung berapi itu menghancurkan kehidupan di pesisir Banten dan Lampung.

Kengeriannya dilukiskan catatan pribumi, seperti "Syair Lampung Karam" yang ditulis Muhmmad Saleh dan catatan kolonial.

Letusan itu terjadi pada 27 Agustus pukul 10.52 pagi. Letusannya terdengar hingga Singapura dan Australia.

Sedikitnya 36.417 orang meninggal dan hilang terseret gelombang atau tertimbun bahan letusan yang dimuntahkan gunung tersebut.

Letusan gunung api yang dahsyat itu merupakan puncak dari rangkaian ledakan yang terjadi sejak 20 Mei 1833.

Ketika itu Anak Krakatau meletus dengan memuntahkan abu gunung api dan uap air yang dilontarkan ke udara setinggi 11 km dari Kawah Perbuatan.

Suara ledakan saat Gunung Anak Krakatau meletus saat itu terdengar hingga 200 km. Intensitas bertambah pada tanggal 26 Agustus dan mencapai puncaknya pada Senin 27 Agustus.

Saat 27 Agustus itu batu dan abu halus dihembuskan ke angkasa. Tingginya mencapai 70-80 km dan mengakibatkan gangguan cuaca dunia beberapa tahun kemudian.

Sinar matahari tidak mampu menembus abu gunung api yang terlontar ketika itu, sehingga bagian selatan Pulau Sumatera dan Jawa menjadi gelap gulita.

Endapan material vulkanik yang dimuntahkan Krakatau juga menutup daerah seluas 827.000 km persegi.

Letusan-letusan lumpur terjadi September dan Oktober 1833 sampai Februari 1884.

Kemudian tiba masa tenang selama 44 tahun, hingga munculnya Anak Krakatau baru pada Agustus 1930. Gunung Anak Krakatau inilah yang dikenal hingga sekarang.

Penyebab letusan Gunung Krakatau 1883

Ahli Geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman mengatakan, ternyata secara proses terjadinya ledakan besar di Gunung Krakatau tersebut berbeda dari kejadian pada tahun 1883 dan 2018.

Saat Gunung Krakatau meletus tahun 1883, penyebab atau pemicu utama adalah terjadinya ledakan besar yang merupakan aktivitas vulkanik dari dalam gunung itu sendiri.

Maksudnya, letusan besar yang terjadi itu memang berdasarkan proses magmatisme, di mana ada pergerakan endapan magma di dalam perut bumi dari kedalaman dangkal menuju permukaan, karena adanya dorongan gas yang bertekanan tinggi.

Dorongan magma yang bentuknya cari dan berpijar itu akan keluar ke permukaan bumi melalui rekahan dalam kerak bumi. Pergerakan magma ini bisa dideteksi dengan metode atau instrumen pengamatan seperti seismometer. (*)

 

FOLLOW US