• Oase

Meneropong Kehidupan Moyang Rasulullah SAW

Rizki Ramadhani | Sabtu, 13/08/2022 07:02 WIB
Meneropong Kehidupan Moyang Rasulullah SAW Ilustrasi (foto: jernih)

JAKARTA - Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi Wa Sallam sebagai manusia terpilih yang dilahirkan dari nasab paling mulia, dari suku Quraisy, suku terhormat bangsa Arab dan kabilah paling mulia di dunia.

Para leluhur dari silsilah nasabnya adalah tokoh dan pemuka masyarakat yang sangat berpengaruh dan berjasa. Sehingga selalu dikenang pribadi dan jasa baik mereka pada masa setelahnya. Alangkah mulianya kedudukkan Nabi Muhammad ﷺ di tengah kaumnya.

Keistimewaan Nabi dan Rasul terakhir yang diutus Allah ﷻ ini semakin tak tertandingi oleh manusia manapun di seluruh muka bumi. Sebab itu, sebagai muslim sebaiknya untuk mengetahui profil dari Abdul Muthalib, dan Abdullah yang merupakan para leluhur dari Nabi Muhammad ﷺ.

Abdul Muthalib, nama aslinya adalah Syaibah al-Hamd (sehelai uban yang terpuji). Syaibah artinya uban, sebab terdapat rambut putih di kepala beliau sejak dilahirkan. Adapun al-Hamd, merupakan pujian, karena diharapkan dapat menjadi orang yang terpuji di tengah kaumnya kelak.

Beliau merupakan putra satu-satunya dari pasangan Hasyim bin Abdu Manaf dan Salma binti Zaid an-Najjariyah.

Syaibah kecil sudah menjadi yatim karena ayahnya, Hasyim bin Abdu Manaf, wafat di negeri Syam dalam rangka berdagang. Al-Muthalib, Naufal, dan Abdu Syams, yang merupakan saudara-saudara Hasyim, bersepakat mengutus al-Muthallib untuk menjemput anak saudaranya itu dari Yatsrib. Tujuannya supaya tinggal bersama keluarganya di Mekah.

Setibanya di Mekah, banyak orang menghampiri dan menanyakan siapakah anak yang bersamanya tersebut. Al-Muthallib menjawab, “Hadza ‘Abdii.” (ini adalah hambaku. Maksudnya, keponakanku). Karena itu, Syaibah lebih dikenal dengan Abdul Muthalib (hambanya al-Muthalib).

Ghaflun Nasabah mengatakan, “Abdul Muthallib adalah seorang yang berkulit putih. Berpostur tinggi dan tampan. Memiliki wibawa bagai seorang raja. Anak-anaknya biasa mengelilingnya karena menghormatinya. Dan dialah yang menggali sumur zam-zam setelah lama terpendam. Kemudian ia beri minum jamaah haji dari sumur tersebut. Ia adalah sosok yang begitu berwibawa dan terhormat di mata Quraisy. Bahkan di seluruh Jazirah Arab.”

Abdul Muthalib sangat dihormati dan disegani masyarakat Quraisy. Kebijaksanaannya menjadi rujukan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi. Abdul Muthallib sangat penyantun dan sering membantu orang yang membutuhkan, bahkan terhadap hewan liar sekalipun, karenanya beliau memiliki gelar seperti Abdu Manaf, kakeknya, yaitu al-Fayyadh (yang melimpah).

Kakek pertama nabi Muhammad ﷺ ini sangat menyayangi dan memuliakan cucunya yang bernama Muhammad bin Abdullah. Dengan kebijaksanaan dan firasatnya, beliau meyakini bahwa Muhammad ﷺ kecil ini akan memiliki perkara yang besar pada masanya kelak.

Beliau wafat di Burman dan dimakamkan di Hajun, daerah Yaman. Ada yang mengatakan usia beliau mencapai 100 tahun, bahkan ada yang mengatakan lebih dari itu.

Abdullah, biasa disebut sebagai Misbahul Haram (lampunya tanah suci) oleh masyarakat Mekah. Konon, dikatakan bahwa ketika ayahanda nabi Muhammad ﷺ berjalan pada siang hari, aroma misik dan ambar menyebar dari tubuhnya. Ketika beliau berjalan pada malam hari, cahaya terang bagaikan lampu memancar dari wajahnya.

Abdullah wafat dan dimakamkan di Yatsrib ketika Nabi Muhammad ﷺ masih berusia dua bulan dalam kandungan.  Maka nabi Muhammad ﷺ tidak pernah melihat wajah ayahnya secara langsung. Walau demikian, Muhammad ﷺ kecil tetap dapat merasakan kasih sayang melalui ibunya, Aminah binti Wahab.  Rasa sayang juga didapatkan dari kakeknya, Abdul Muthallib kemudian dari pamannya, Abu Thalib, yang merupakan saudara kandung Abdullah bin Abdul Muthallib.

Semoga kaum muslimin semakin dapat memupuk kecintaan kepada Rasulullah ﷺ serta memperoleh ibrah dan berbagai mutiara faedah berharga darinya. (Kontributor : Dicky Dewata)

FOLLOW US