• Kabar Pertanian

Barantan Kembali Aktif Harmonisasi Instrumen Dagang Tingkat ASEAN

Agus Mughni Muttaqin | Jum'at, 22/07/2022 21:31 WIB
Barantan Kembali Aktif Harmonisasi Instrumen Dagang Tingkat ASEAN Abdul Rahman, Koordinator Benih, Pusat KTKHN, Barantan yang menjadi Ketua Delegasi Indonesia pada pertemuan The Twenty Fourth Meeting of The Experts Working Group on Harmonisation of Phytosanitary Measures in ASEAN, (24th EWG-PS).

JAKARTA – Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian (Kementan) kembali mengambil peran aktif untuk memberi masukan dalam instrumen teknis buah longan, khususnya dalam mengharmonisasikan instrumen dagang tingkat ASEAN.

Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Rahman sebagai Koordinator Benih, Pusat KTKHN, Barantan yang menjadi Ketua Delegasi Indonesia pada pertemuan The Twenty Fourth Meeting of The Experts Working Group on Harmonisation of Phytosanitary Measures in ASEAN, (24th EWG-PS) melalui keterangan tertulis, Jumat (22/7).

Rahman menjelaskan, sebelumnya, instrumen teknis buah manggis yang disusun oleh Kementan melalui Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati (Pusat KTKHN), Barantan disetujui oleh negara-negara ASEAN pada tahun 2021.

Instrumen teknis dalam menentukan status penyakit tumbuhan atau organisme pengganggu tumbuhan (OPT) termasuk dalam OPTK atau penyakit tumbuhan berbahaya atau bukan ini, disusun melalui Analisis risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan atau AROPT.

Instrumen ini, lanjut Rahman, dianalisis berdasarkan pertimbangan kerugian yang ditimbulkan, belum ada atau belum tersebar luas di suatu negara. “AROPT untuk lingkup negara-negara ASEAN disusun bersama dalam pertemuan para ahli dan diharmonisasikan dilingkup negara ASEAN. Tahun ini Thailand menjadi ketua, sebelumnya Indonesia,” jelasnya.

Menurut Rahman, EWG-PS merupakan pertemuan yang diselenggarakan setiap tahun antar otoritas karantina tumbuhan di lingkup negara ASEAN. Dengan tujuan untuk mengharmonisasi ketentuan fitosanitari dan perkarantinaan tumbuhan. “Sekarang instrumen perdagangan produk pertanian yang digunakan dalam pasar global adalah kebijakan nontariff, atau kebijakan teknis sanitari dan fitosanitari (Sanitary and Phytosanitary, SPS – red),” tambahnya.

Sebagai informasi, produk pertanian disuatu negara saat memasuki pasar global harus terjamin kesehatan dan keamanannya, dan otoritas karantina memiliki kewenangan dalam menjaminnya dengan pemenuhan persyaratan sanitari untuk hewan baik hidup maupun produknya dan fitosanitari untuk tumbuhan baik segar maupun olahan.

Untuk itu pertemuan SPS baik ditingkat bilateral, regional dan multilateral sangat strategis untuk mengharmonisasikan aturan SPS.

Saat ini, Badan Karantina Pertanian menjadi Sekretariat Komisi SPS untuk Indonesia yang bertugas untuk mengkoordinir antar instasi terkait dalam menyusun posisi Indonesia.

Pokja Harmonisasi Aturan SPS Tingkat ASEAN

Pertemuan kelompok kerja para ahli untuk harmonisasi SPS lingkup ASEAN ke-24 yang digelar pada Kamis (21/7) lalu, diketuai oleh delegasi Vietnam, Brunei Darussalam sebagai wakil ketua dan Sekretariat ASEAN sebagai sekretaris sidang.

Hadir sebagai peserta dari delegasi Indonesia selain Abdul Rahman sebagai ketua, adalah Aulia Nusantara, Nurjanah, Ratih Rahayu dan Aprida Cristin sebagai anggota dari Pusat KTKHN Barantan.

Seperti pada pertemuan sebelumnya, forum negosiasi teknis mengenai pest risk atau AROPT menjadi agenda yang cukup ‘panas’. Persyaratan teknis komoditas pertanian asal tumbuhan yang dapat diperdagangkan dilingkup ASEAN akan dibahas dan disepakati pada forum ini.

Delegasi Indonesia telah memiliki pengalaman dalam melakukan AROPT, terus berperan aktif memberikan masukan, tanggapan atau mempertahankan posisi Indonesia dengan berdasarkan justifikasi teknis yang bersifat ilmiah.

Pada pembahasan kali ini, terkait AROPT buah longan yang diketuai oleh Thailand sebagai lead country yang menyusun draft nya. Delri kembali mengusulkan dan mempertahankan persyaratan bebas lalat buah jenis Bactrocera correcta atau sebagai pest-concern.

Meskipun dua negara yakni Vietnam dan Myanmar tidak menyetujui dengan alasan lalat buah tersebut tidak menyerang buah longan.

Namun demikian, delri tetap mempertahankan dengan memberikan berbagai referensi ilmiah sebagai justifikasi bahwa OPTK berbahaya di lingkup ASEAN, terlebih lalat buah ini masih merupakan penyakit yang belum ada di Indonesia, atau A1.

Pada pertemuan tersebut, delri juga mengusulkan panduan AROPT di ASEAN, atau the ASEAN Guidelines for the Conduct of Pest Risk Analysis dapat ditinjau kembali untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi perkarantiaan kembali. Diperlukan untuk menggunakan referensi ilmiah lainnya, selain CABI Crop Protection Compendium, dalam melakukan kajian AROPT. Hal ini yang telah dilakukan Barantan selama ini dalam menyusun ratusan dokumen AROPT komoditas pertanian asal negara lain yang masuk ke Indonesia.

“Harapannya dengan pengalaman Indonesia dalam menyusun banyak AROPT dapat berkontribusi bagi negara lain di ASEAN, sehingga produk pertanian ASEAN makin memiliki daya saing di pasar global, “ tutup Rahman.

FOLLOW US