• Oase

Peristiwa Hajar Aswad pada Tahun Kelam dan Tahun Berkah

Rizki Ramadhani | Senin, 20/06/2022 16:47 WIB
Peristiwa Hajar Aswad pada Tahun Kelam dan Tahun Berkah Ilustrasi (foto:dictio)

Jakarta - Hajar aswad merupakan batu dari surga, warnanya lebih putih dari air susu, namun seiring waktu karena dosa manusia yang menjadikannya berubah menjadi hitam.

Di kota Mekah inilah terdapat hajar aswad, tepatnya terletak di sisi selatan Ka’bah pada rukun hajar aswad. Kota suci kelahiran Rasulullah ﷺ tercinta ini pula memiliki hukum-hukum yang telah ditetapkan syariat Islam, diantaranya dilarang melakukan perbuatan maksiat seperti membunuh manusia tanpa hak, mencuri, merusak tempat ibadah, sarana dan prasarana umum lainnya.

Namun pernah terjadi ilhad (kekufuran) di Masjidil Haram, yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelumnya dan orang sesudahnya pada musim haji tahun 317 H, pada masa pemerintahan al Qahir Billah Muhammad bin al Mu’tadhid.

Sejarah kelam itu bermula dari kedatangan rombongan haji asal Irak pimpinan Manshur ad Dailami di Mekah. Namun, pada 8 Dzul Hijjah 317 H yang merupakan hari Tarwiyah, orang-orang Qaramithah (salah satu sekte Syiah Isma’iliyah; dengan tokoh golongan Qaramithah pada masa tersebut adalah Abu Thahir al Qurmuthi dan Sulaiman bin Abu Said al Husain al Janabi) melakukan penistaan terhadap tanah Haram, kota suci Mekah.

Kaum Syi’ah Qaramithah tersebut membunuh dan merampok harta para jamaah haji, lalu membunuhnya, termasuk yang sedang thawaf, sebagian ahli hadits dan kaum muslimin lainnya, meskipun berada di dekat Ka’bah ataupun berpegangan dengan kelambu Ka’bah (semoga Allah ﷻ merahmati para korban). Mereka juga merusak Masjidil Haram dan rumah-rumah penduduk.

Pada saat itu, Abu Thahir al Qurmuthi mengamati berbagai aksi brutal pengikutnya sambil berdiri di pintu Ka’bah dan mengatakan bahwa dirinya adalah Allah, dirinya bersama Allah, dirinya yang menciptakan makhluk-makhluk, dan dirinyalah yang akan membinasakan kaum muslim.

Abu Thahir juga yang memerintahkan pengikutnya untuk menimbun jasad-jasad tersebut ke dalam sumur Zam Zam, lalu menghancurkan kubah sumur Zam Zam itu. Sisanya di tanah Haram dan di lokasi Masjidil Haram.

Abu Thahir juga merusak Ka’bah dengan memerintahkan melepas pintu Ka’bah dan dia merobek-robek kiswahnya. Pimpinan Qaramithah itu pula yang memerintahkan untuk mengambil hajar aswad. Seorang pengikutnya memukul dan mencongkel dari tempatnya, hingga mengakibatkan hajar aswad yang berbentuk satu bongkahan besar terpecah menjadi delapan bongkahan kecil.

Amir Mekah beserta anggota keluarga dan pasukannya turut menjadi korban berikutnya. Abu Thahir dan pengikutnya pulang membawa jarahannya menuju daerahnya di Hajr (Ahsa). Hajar Aswad sempat dipindahkan ke Kufah dan digantungkan pada tujuh tiang Masjid Kufah untuk disaksikan khalayak ramai.

Hajar aswad kembali ke Mekah dan berada di tempatnya semula di sisi selatan Ka’bah pada rukun hajar aswad pada tahun 339 H. Ibnu Katsir rahimahullah menyebutnya sebagai tahun berkah setelah berbagai daya dan upaya ditempuh untuk mengembalikannya.

Ada kisah menarik dari sebagian orang, bahwa pada saat Abu Thahir al Qurmuthi dan pengikutnya pulang membawa hajar aswad sebagai jarahannya menuju daerahnya di Hajr (Ahsa), mereka harus mengangkut batu dari surga tersebut di atas tunggangan beberapa onta hingga punuk-punuk onta tersebut terluka dan mengeluarkan nanah. Namun pada waktu kembali ke kota suci Mekah, tidak terjadi keanehan apapun selama dalam perjalanan, bahkan hanya membutuhkan satu tunggangan onta saja.

Semoga Allah ﷻ selalu melindungi dan menjaga kaum muslimin dari segala bentuk makar dan keburukannya serta memberikan balasan yang sepadan atas semua yang dilakukan. (Kontributor : Dicky Dewata)

FOLLOW US