• Info DPR

Komisi I Serap Aspirasi RUU Penyiaran di Maluku Utara

Yahya Sukamdani | Jum'at, 10/06/2022 17:05 WIB
Komisi I Serap Aspirasi RUU Penyiaran di Maluku Utara Wakil Ketua Komisi I DPR RI Bambang Kristiono. Foto: dpr

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI sekaligus Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI ke Maluku Utara, Bambang Kristiono menjelaskan alasan hingga kini Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran belum juga bisa disahkan menjadi Undang-Undang. Ia memastikan saat ini Komisi I DPR RI sedang berkonsentrasi menyelesaikan RUU Penyiaran dan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP), sehingga jika di salah satu RUU tersebut telah rampung, maka RUU Penyiaran akan segera diundangkan.

RUU Penyiaran ini di Komisi I sudah disepakati, tapi kemudian berubah, kemudian mandek kembali setelah pembahasan di Baleg. Nanti kita akan coba apa yang sudah disepakati dulu, itu akan kita pertahankan dan apa yang harus disesuaikan dengan UU Ciptaker. Ini yang akan kita diskusikan sehingga kita tidak lagi membuat dari awal. Saya yakin bahwa ini akan selesai lebih cepat, karena kan ini mulainya tidak dari awal lagi. Dari yang sudah ada tinggal kita melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan,” kata Bambang di sela-sela memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI ke Ternate, Maluku Utara, Jumat (10/06/2022).

Menurut Bambang, kondisi pembahasan RUU Penyiaran saat ini berbeda dengan RUU Penyiaran pada 10 tahun lalu, dimana pembahasan dimulai dari tahap awal. Untuk pembahasan RUU Penyiaran yang ada saat ini Komisi I DPR RI pada dasarnya relatif sudah pernah menyetujui, sehingga data yang sudah masuk sebelumnya ditampung lebih dahulu untuk kemudian disisir kembali masing-masing kesepakatan yang sudah disepakati.

"Komisi I relatif sudah pernah menyetujui. (Pembahasan) ini yang kita tampung kembali akan bongkar jadi mana yang sudah disepakati oleh semua pihak akan kita simpankan. Jadi kita hanya akan berkonsentrasi kepada hal-hal yang belum final yang belum disepakati bersama. Sehingga akan jauh lebih cepat (selesai), Insya Allah. Dan akan jauh lebih bisa mengakomodir semuanya hal-hal yang kemarin yang mungkin tidak kita pikirkan, dengan kunker-kunker inikan mulai menyadari seperti, oh ternyata perlu ada perbaikan di sini, perlu sinergi di sini, perlu koordinasi di sini, perlu sinkronisasi di sini,” papar politisi Partai Gerindra itu.

Sementara Anggota Komisi I DPR RI Junico BP Siahaan mengatakan, usia RUU Penyiaran sudah 20 tahun, sementara UU ini intisarinya adalah teknologi penyiaran, dimana perkembangannya sangat luar biasa. Sehingga Komisi I DPR RI tengah mencari dan menggali sebanyak-banyaknya masukan dari daerah terkait RUU Penyiaran tersebut. “Kami sedang mencoba untuk menggali sebanyak-banyaknya masukan dan suara dari daerah, bagaimana masukan yang paling baik untuk kita masukkan sebagai bahan pemikiran di perubahan UU penyiaran. Di antaranya adalah bagaimana pengaturan terhadap media baru atau new media, karena dulu belum ada yang namanya media seperti Youtube. Sekarang sudah ada Youtube, ada podcast dan lain sebagainya,” jelas Nico.

“Sehingga kita harus membuat UU yang mampu menjawab tantangan perubahan perkembangan dunia digital ke depan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan gaya bersiaran zaman sekarang. Dan kemudian perubahan gaya bersiaran, kemudian perubahan gaya menonton atau mendengar atau menyaksikan. Ini harus sama-sama kita serap. Dan bagus tadi (ada masukan), jangan sampai nanti baru 2 tahun 5 tahun sudah muncul dunia baru dan kita tidak mampu menjawab tantangan-tantangan seperti itu,” jelas politisi PDI-Perjuangan itu.

Menurut Nico, ada beberapa masukan yang didapat terkait RUU Penyiaran, salah satunya mengenai pengaturan bagaimana kalau UU Penyiaran mengatur new media, juga program-program siaran yang muncul di platform yang tidak menggunakan frekuensi  publik. Kemudian juga mengenai penguatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), baik di pusat maupun di daerah. Termasuk mengenai bagaimana KPI bisa melakukan pengawasan dan anggaran yang cukup. Sehingga KPI Daerah menyarankan agar anggaran mereka ditarik ke pusat, dan kemudian dibagikan ke daerah. Sehingga tidak harus mengandalkan APBD.

Terkait model penyelenggaraan platform digital penyiaran yang prospektif, diketahui dalam pertemuan tersebut, TVRI dan RRI menyarankan modelnya agar diatur dan tidak terjadi monopoli dan dapat bersaing secara sehat. Untuk Digital Penyiaran terrestrial sudah cukup jelas ada Penyedia Konten dan Mux Operator, namun untuk Multiplatform perlu diatur dengan undang-undang terkait kewajlban pembuat konten terhadap Pemerintah.  Di platform digital pada umumnya model bisnisnya melibatkan empat pihak, yakni penyedia infratruktur, penyedia konten, pemasang iklan dan penonton.

Di TV digital, penyedia  infrastruktur adalah mux provider, penyedia konten adalah lembaga penyiaran. Di media sosial seperti Youtube, Facebook, TIktok dan lainnya, penyedia infrastruktur adalah pemilik aplikasi atau platform tersebut. Youtube menyediakan infrastruktur, Youtuber menjadi penyedia konten, dan perusahaan komersial memasang iklan. Di TIktok bahkan penyedia konten bisa mendapatkan penghasilan dari penonton langsung melalui fitur donasi. Jadi keempat pihak tersebut akan menjalankan perannya masing-masing secara terpisah. Prospek bisnis yang dihasilkan sangat besar karena jangkauan digital ini tak terbatas.

FOLLOW US