• Info DPR

Baleg Usul RUU EBT Memasukan Besaran DMO

Yahya Sukamdani | Kamis, 17/03/2022 15:13 WIB
Baleg Usul RUU EBT Memasukan Besaran DMO Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi AAgtas. Foto: dprri

JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 di Nusa Dua, Bali, 20-24 Maret 2022 mendatang, dapat menjadi kesempatan bagi Parlemen Indonesia, khususnya Komisi VII DPR RI untuk memproklamirkan bahwa Indonesia sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) dalam rangka turut serta dalam program energi bersih di dunia.

“Ada beberapa hal yang memang perlu menjadi catatan bagi Baleg dan sudah terakomodasi (dalam draf RUU EBT). Kita mempunyai sebuah pengalaman yang bukan untuk pertama kalinya, dimana kita menjadi negara penghasil sawit terbesar di dunia. Tetapi kadangkala kita mengalami kelangkaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri, di samping juga soal kelangkaan minyak goreng. Karena terjadi disparitas harga yang begitu jauh antara price didalam negeri dengan harga sawit acauan internasional,” ucap Supratman dalam Rapat Pleno RUU EBT, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Oleh karena itu, tambah politisi Partai Gerindra tersebut, lewat harmonisasi RUU EBT ini, Baleg DPR RI mengusulkan kepada pengusul (Komisi VII DPR RI) supaya besaran Domestic Market Obligation (DMO) maupun price-nya juga masuk di dalam norma undang-undang. “Terkait dengan pemanfaatan diesel untuk pembangkit yang sekarang ini masih cukup besar, walaupun sebarannya hampir ada di seluruh Indonesia terutama di luar Jawa. Di pertemuan awal kita sudah sepakat bahwa sedapat mungkin ini bisa kita kurangi,” jelas Supratman.

“Kalau kita setujui maka di tahun 2024 adalah akhir penggunaan diesel dari seluruh pembangkit yang sekarang ini dijalankan oleh PLN. Kalau ini bisa berhasil maka kita bisa melakukan penghematan yang cukup besar dari subsidi APBN kita kira-kira di angka sekitar 20 Triliun Rupiah. Kita bersyukur PLN sudah melakukan upaya itu. Hampir 200 Mega Watt kemarin sudah dilakukan lelang salah satunya adalah untuk mengganti ini. Kita optimis, mudah-mudahan di tahun 2024 pemerintah juga punya komitmen,” sambung Supratman.

Dikatakan Anggota Komisi VI DPR RI tersebut, hal yang juga perlu menjadi perhatian yakni terkait dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk industri yang menyelenggarakan usaha di bidang Energi Baru dan Terbarukan. “Sekarang ini, seperti misalnya PLTS, sudah ada standardisasinya tetapi pinaltinya bagi mereka yang menggunakan TKDN di bawah 40 persen itu masih sangat rendah. Dan ini harusnya membuat pelaku usaha jauh lebih senang mengimpor dibandingkan harus mendirikan industri di dalam negeri,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan untuk bagaimana merumuskan TKDN itu wajib minimal 40 persen, terutama bagi proyek-proyek yang merupakan penugasan pemerintah. “Terhadap penugasan pemerintah yang diberikan kepada BUMN di bidang kelistrikan maupun kepada Pertamina, di norma ini masih memungkinkan pemerintah bisa menugaskan kepada Badan Usaha Milik Swasta. Kalau penugasan itu berimplikasi kepada pembiayaan lewat APBN maka rasanya agak kurang pas kalau Badan Usaha Milik Swasta diberi tugas untuk itu, karena perusahan milik negara masih mampu untuk melakukannya,” kata Supratman.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menyatakan apresiasi yang tinggi kepada Baleg DPR RI dan Tim Keahlian Dewan bahwa RUU EBT sudah memasuki tahap yang sangat maju dalam hal penyusunan rancangan undang-undang karena sudah melalui proses harmonisasi, pembulatan, dan juga pemantapan konsepsi.

“Betapa juga menjadi penting Energi Baru Terbarukan bagi kita. Energi fosil sudah menjadi masalah yang besar, (cadangan) minyak kita sudah sangat tinggal sedikit yakni 2,8 miliar barrel. Padahal di tahun 70-an cadangan minyak kita mencapai 23 miliar barrel. Sementara konsumsi BBM terus naik,” ungkap politisi Partai NasDem itu.

FOLLOW US