• Bisnis

Konflik Rusia - Ukraina, Reksadana Indeks Diprediksi Tumbuh Lebih Tinggi

Tri Umardini | Sabtu, 05/03/2022 10:10 WIB
Konflik Rusia - Ukraina, Reksadana Indeks Diprediksi Tumbuh Lebih Tinggi iLUSTRASI Konflik Rusia dan Ukraina. FOTO: SHUTTERSTOCK

JAKARTA -Dampak invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada industri reksadana nasional.

Hal itu diungkapkan Manajer Investasi (MI) yang menilai reksadana indeks atau index fund berpotensi tumbuh lebih tinggi karena kenaikan sejumlah komoditas akibat terdampak perang antara Rusia dan Ukraina.

Hal ini karena Indonesia dinilai mendapat potensi keuntungan karena efek dari ketegangan Rusia dan Ukraina.

Dikutip dari bareksa.com, Tubagus Farash Akbar Farich, Direktur Avrist Asset Management menyatakan saham sektor komoditas di lantai bursa berpotensi terkerek naik karena harga minyak melonjak sehingga mendongkrak harga komoditas lainya.

Komoditas itu seperti logam atau baja, pertambangan, minyak sawit mentah (CPO), gandum, dan lainnya yang harganya melonjak beberapa waktu terakhir.

Menurut Farash, lonjakan harga komoditas karena Rusia dan Ukraina selama ini merupakan salah satu pemasok (supplier) terbesar komiditas energi dan gandum.

"Sehingga dengan perang, pasokan menjadi terganggu, padahal sebelumnya supply juga belum normal penuh karena ekonomi baru restarting akibat pandemi Covid-19. Sekarang menjadi tambah parah termasuk logistik yang sebelumnya melewati daerah terkait menjadi terganggu," kata Farash kepada Bareksa, Kamis (3/3/2022).

Farash mengungkapkan Indonesia yang selama ini juga merupakan produsen batu bara, nikel, minyak, CPO serta komoditas lainnya, dapat menjual barang tersebut di harga pasar yang sangat tinggi saat ini.

Saat bersamaan, hal ini juga bermanfaat bagi penerimaan pajak bagi negara seperti tahun lalu.

Peluang Cuan Reksadana Ini
Bagaimana dampaknya ke reksadana? Farash mengatakan reksadana indeks atau index fund, berpotensi tumbuh lebih baik lagi.

"Saya rasa semua reksadana indeks baik IDX30 maupun LQ45 ada exposure ke sektor tersebut, dan tidak ketinggalan bank yang kinerja year to date baik dan bisa lebih baik lagi," kata Farash.

Kenapa bukan reksadana saham? Alasannya, kata Farash, karena index fund lebih merata sektornya.

"Takutnya kalau fokus di energi dan komiditas saja terlewat rebound di sektor perbankan, telekomunikasi dan lain-lain. Dulu di booming komoditas akhir tahun 2000-an banyak reksadana tematik yang hanya fokus di komoditas, seingat saya, setelah selesai cycle boom-nya, reksadana tersebut under perform," jelas Farash.

Berdasarkan daftar reksadana indeks atau index fund yang tersedia di Bareksa, tercatat 6 index fund membukukan imbal hasil positif sepanjang tahun berjalan di 2022 hingga 2 Maret.

Reksadana tersebut ialah Reksa Dana Indeks Principal Index IDX30 Kelas O dengan imbalan 5,02 persen, RHB SRI KEHATI Index Fund dengan cuan 4,88 persen, Reksa Dana Indeks Avrist IDX30 dengan imbal hasil 4,87 persen.

Kemudian disusul Reksa Dana Indeks BNP Paribas Sri Kehati dengan return 4,69 persen, Reksa Dana Kresna Indeks 45 dengan imbalan 4,53 persen dan Reksa Dana Indeks Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund Kelas A dengan imbalan 2,61 persen.

Reksadana indeks atau index fund ialah reksadana yang meniru portofolio indeks acuannya, baik itu indeks saham maupun indeks obligasi. Karena itu, tujuan dari penerbitan reksadana indeks adalah meniru pergerakan indeks acuannya.

Reksadana indeks merupakan salah satu jenis reksadana yang disarankan dipilih sebagai instrumen investasi oleh Warren Buffet, legenda hidup investasi dunia.

Di sisi lain Sesuai dengan namanya, reksadana saham mayoritas berinvestasi di saham. Reksadana saham wajib berinvestasi minimum 80 persen di saham.

Reksadana saham termasuk dalam reksadana terbuka ini merupakan reksadana yang memberikan potensi hasil investasi lebih tinggi dibandingkan ketiga jenis reksadana lainnya.

Meski begitu, disertai dengan risiko yang lebih tinggi pula.

Sementara itu salah satu kesamaan reksadana indeks dan reksadana saham, adalah keduanya baik untuk investor yang memiliki profil risiko agresif untuk tujuan jangka panjang atau setidaknya lebih dari 5 tahun. (*)

 

FOLLOW US