• Info MPR

KeIslaman dan keIndonesiaan Menyatu, Tidak Dipisahkan

Akhyar Zein | Minggu, 27/02/2022 21:15 WIB
KeIslaman dan keIndonesiaan Menyatu, Tidak Dipisahkan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid dalam sosialisasi 4 pilar MPR RI dan seminar secara daring bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (26/2/2022).(foto: Humas MPR)

JAKARTA -Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan semua pihak agar meneladani kenegarawanan M Natsir yang senantiasa  taat dan patuh pada  konstitusi negara. Yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Natsir turut  memperjuangkan terwujudnya Indonesia Merdeka menjadi NKRI  sebagaimana ketentuan UUD 1945 pasal  1 ayat 1, sekaligus sebagai koreksi atas pemberlakuan RIS. Dan kembali mengusulkan  agar pemerintah  menetapkan peristiwa mosi integral yang disampaikan oleh Mohammad Natsir pada 3 April 1950 yang mengembalikan Indonesai sebagai NKRI, setelah dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27/12/1949, sebagai hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Mosi integral pada 3 April adalah tonggak sejarah yang penting bagi bangsa dan negara, bahwa kita bisa kembali menjadi NKRI dan berlangsung hingga sekarang. Dan kita menyambutnya dengan pekik :”NKRI Harga Mati”! Maka dalam rangka menguatkan komitmen melaksanakan, membela dan memenangkan ketentuan konstitusi, sudah sewajarnya apabila tanggal 3 April itu oleh negara diakui sebagai hari NKRI,” ujarnya dalam sosialisasi 4 pilar MPR RI dan seminar bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (26/2/2022).

HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengingatkan, Indonesia saat ini telah mengakui tanggal 13 Desember, saat Deklarasi Djuanda, sebagai hari Nusantara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001. “Maka wajarnya kalau peristiwa penting Mosi Integral 3 April 1950 Deklarasi Juanda pada 13-12/1957 juga diakui pemerintah sebagai Hari Nasional. Sebab tanpa Mosi Integral yang menjadikan Indonesia kembali menjadi NKRI, maka Republik Indonesia adalah negara serikat (RIS), yang bukan negara Nusantara, yang akan mentolerir adanya sekat-sekat yang memisahkan antar pulau dengan laut, atau selat," ujar HNW.

"Setelah secara politik Indonesia menjadi NKRI dengan Mosi Integral 3 April 1950, kemudian M Natsir ditunjuk sebagai PM yang pertama di era NKRI, eksistensi bangsa Indonesia makin kuat dengan diakui sebagai anggota tetap PBB. Baru lah kemudian kita bisa berkiprah di dunia internasional, yang salah satunya memungkinkan suksesnya  Deklarasi Djuanda, pada 13/12/1957 yang menyatukan NKRI dengan tanah dan airnya, menjadi Negara Nusantara,” jelasnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan,  penepatan Hari NKRI melalui peristiwa mosi integral (3 April)  bukan sekadar pengakuan terhadap jasa dan kiprah M Natsir.

“Ini bukan sekadar pengakuan saja, tetapi pengingat sejarah akan pentingnya memperjuangkan konstitusi, dan menguatkan kesadaran akan keragaman yang ada tidak menjadi penghambat untuk bersama-sama memperjuangkan NKRI dan menjaga keutuhannya, sebagaimana dicontohkan  ole h M Natsir, Ketua Fraksi Masyumi. Juga penyegaran ingatan bahwa perjuangan Parpol Islam Masyumi melalui parlemen (DPRRIS)  nyata manfaatnya dengan kembalinya Indonesia menjadi NKRI dan diakui sebagai anggota oleh PBB. Jadi jangan ada lagi framing dan disinformasi bahwa perjuangan politik umat Islam di Parlemen dianggap sebagai politisasi agama, atau politik identitas yang mempunyai hidden agenda atau tuduhan-tuduhan lainnya yang ahistorik dan tidak menguatkan ber Pancasila, melaksanakan UUD 45, menguatkan NKRI serta prinsip Bhinneka Tunggal Ika. 4 hal yang disebut sebagai 4 Pilar MPR RI,” tukasnya.

Dan perjuangan konstitusional mengembalikan RI menjadi NKRI oleh M Natsir, juga bukan berarti untuk menguatkan sentralisasi, melainkan justru untuk mengokohkan  keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dengan otonomi daerah dan desentralisasi. Itulah yang kemudian terwujudkan dalam UUD NRI 1945 pasca amandemen di era Reformasi.

Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa jasa M Natsir, yang merupakan tokoh Partai Islam Masyumi sangat besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Selain mosi integralnya yang menyelamatkan NKRI, M Natsir juga yang menggagas lambang bintang dalam sila pertama Pancasila.

“Jadi apabila kita bicara 4 Pilar MPR RI, yakni NKRI, Pancasila, UUD NRI 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, maka kita akan teringat dengan peran penting M Natsir. Yang membuktikan bahwa antara keIslaman dan keIndonesiaan tidak ada jaraknya, bahkan menyatu, tidak dipisahkan. Fakta sejarah yang penting disegarkan untuk menguatkan NKRI dan menghilangkan phobia diantara sesama warga Bangsa,” tukasnya.

Bahkan, pembentukan Kementerian Agama (Kemenag) juga tidak lepas dari peran M Natsir dan tokoh Masyumi lainnya. Berawal dari usulan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas, lalu didukung secara penuh oleh sejumlah tokoh Masyumi, termasuk M Natsir.

“Kemudian Kementerian Agama disetujui pada Kabinet Sjahrir II dan ditetapkan oleh Presiden Soekarno. Di situ ada juga peran M Natsir yang luar biasa. Oleh karenanya, sudah selayaknya pemerintah memberi penghargaan salah satu ‘karya besarnya’, yakni mosi integral, 3 April, diakui dan ditetapkan sebagai Hari NKRI yang diperingati setiap tahunnya secara resmi oleh negara. Untuk menguatkan kecintaan semua warga bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam ini terhadap NKRI, buah perjuangan dari Tokoh Partai Islam Masyumi,” pungkasnya.

FOLLOW US