Jakarta – Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi, menyoroti penangkapan aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
Erfandi mengatakan, penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian tersebut melanggar hukum. Menurutnya, polisi sebagai aparat penegak hukum seharusnya menjunjung tinggi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai aturan formil.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebagai aparat kepolisian, tidak boleh bertindak sewenang-wenang atas nama hukum dan penangkapan harus didasarkan atas bukti-bukti yang cukup.
“Jangan sampai aparat melanggar azas Culpabilita dalam pidana, termasuk terhadap penangkapan para aktivis yang membela warga Wadas itu,” ujarnya.
"Apalagi kasus Wadas ini sampai melibatkan ratusan dan bahkan ribuan personil kepolisian, kalo yang disampaikan Gubernur Jawa Tengah hanya untuk mengukur lahan yang mau dijadikan tambang andesit lalu apa urgensinya sampai menurunkan ribuan personel. Dari sini saja kelihatan means rea-nya tidak baik,” lanjut pria yang juga Wasek Kumham MUI ini.
Erfandi melihat tidak ada korelasi yang dapat dibenarkan penangkapan represif dengan pengukuran lahan. Ia menganggap bahwa yang dilakukan warga Desa Wadas ini hal yang wajar, karena masyarakat mempertahankan lahannya yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka.
“Mereka (warga Desa Wadas) hanya bertahan untuk hidup bukan untuk mewah-mewahan, mereka hanya untuk menyambung hidupnya dari lahan tersebut bukan untuk konsumtif dan foya-foya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia meminta langkah sewenang-wenang aparat terhadap warga Desa Wadas harus dihentikan. Ia meminta semua persoalan diselesaikan dengan duduk bersama sehingga dapat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, bukan jamannya lagi menggunakan kekerasan dan intimidasi dalam menyelesaikan persoalan.