• News

Ancaman Sektor Maritim, Indonesia Harus Tuntaskan RUU Landasan Kontinen

Budi Wiryawan | Minggu, 09/01/2022 19:35 WIB
Ancaman Sektor Maritim, Indonesia Harus Tuntaskan RUU Landasan Kontinen Ketua Bidang Hubungan Internasional PN AMK Muhammad Sutisna (Istimewa)

JAKARTA - Sejumlah isu penting untuk menjadi perhatian dalam kaitannya tentang masalah kebangsaan yang beririsan langsung dengan situasi nasional, khususnya soal ancaman di wilayah yuridiksi perairan Indonesia.

Situasi politik global yang semakin dinamis membuat pertahanan keamanan di sektor maritim bakal diuji. Seperti masalah di Laut China Selatan yang tak kunjung reda serta permasalahan klasik lainnya yakni kerusakan lingkungan di laut, keselamatan di laut, illegal fishing, dan permasalahan lainnya yang harus segera diatasi. Mengingat Indonesia sebagai Archipelago State, harus miliki sistem maupun perangkat yang kuat dalam mengatasi berbagai ancaman di sektor maritim.

Ketua Bidang Hubungan Internasional Pengurus Nasional Angkatan Muda Kabah Muhammad Sutisna mengatakan, tahun 2021 terdapat peristiwa yang berkaitan dengan masalah keamanan dan kedaulatan perairan.

Manuver Tiongkok yang masih mendominasi di kawasan, apalagi semenjak Tiongkok mengklaim Laut Natuna Utara adalah bagian dari wilayah kedaulatannya, dan  dipastikan melanggar UNCLOS 1982 sesuai dengan Keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional tahun 2016 yang menyeret Indonesia secara tidak langsung masuk dalam pusaran konflik di wilayah Laut China Selatan.

"Manuver Tiongkok lainnya yang semakin meresahkan yakni pada awal Desember silam saat Reuters meliris laporan terkait protes China yang melayangkan surat diplomatik ke Pemerintah Indonesia yang meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas di Natuna karena China klaim bahwa ekslporasi dilakukan di wilayahnya," kata Sutisna.

Padahal jelas pengeborn itu bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sesuai dengan hasil keputusan UNCLOS yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Sesuai ketentuan Pasal 56 Unclos, Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk melakukan kegiatan ekplorasi, eksploitasi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah tersebut.

Sedangkan Tiongkok lagi hanya berpaku pada Nine Dashline nya yang sangat tidak rasional, dan terkesan egois. Bahkan Coast Guard China kerap mondar mandir di lokasi pengeboran minyak di kawasan Laut Natuna Utara, dimana hal ini Beijing terkesan melakukan tindakan yang intimidatif, membuat resah aktifitas pengeboran tersebut.

Peristiwa lainnya yang berkaitan dengan masalah kedaulatan perairan kita adalah ketika kawasan Indo-Pasifik sempat dibuat gempar karena kesepakatan AUKUS. Berdasarkan kesepakatan itu, Australia akan membangun 8 kapal selam bertenaga nuklir dengan transfer teknologi dari AS dan Inggris.

Mengingat AUKUS yang tiba-tiba lahir  dari Aliansi pertahanan 3 negara Amerika Serikat, Inggris dan Australia menambah panas apa yang sudah dekat dengan mendidih. Amerika dan Inggris sepakat bergabung dengan Australia dengan misi untuk membangun Australia yang semakin modern dalam bidang militer.

Dengan letak China di utara dan Australia di selatan Indonesia, itu jelas masalah besar bagi kita. AUKUS sengaja dibangun demi antisipasi terhadap China. Artinya, ketika terjadi perang antara dua kekuatan itu kita seperti pelanduk di tengah gajah yang saling tubruk.

Selain itu ancaman lainnya di dalam negeri adalah bila melihat Posisi geografis yang strategis membuat perairan Indonesia menjadi tempat yang rawan terjadinya pelanggaran oleh kapal-kapal berbendera asing. Jumlahnya tak hanya satu dua, bahkan ratusan kapal sudah ditangkap dengan berbagai macam pelanggaran.

Seperti kapal tanker berbendera Bahama bernama MT Strovolos oleh kapal TNI AL pada akhir Juli 2021. Kapal ini menjadi buronan pemerintah Kamboja karena mencuri sekitar 300 ribu barel minyak mentah.

Serta Badan Keamanan Laut (Bakamla) juga pernah menangkap kapal tanker berbendera Iran dan Panama, MT Freya dan MT Horse, saat mentransfer bahan bakar minyak secara ilegal pada 24 Januari 2021 di perairan Pontianak. Belum lagi dengan adanya aktifitas illegal fishing yang kerap mewarnai perairan Indonesia.

"Berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2021, bisa menjadi gambaran bagi Negara untuk lebih siaga dalam mengatasi ancaman di sektor maritim pada tahun 2022 saat ini, tentunya dengan lebih meningkatkan early warning dan early detection yang lebih komprehensif," kata Sutisna.

Selain itu berkaitan dengan persoalan hukum yang menjadi legal standing dalam memperkuat keamanan dan pertahanan di sektor maritim, Pemerintah perlu menuntaskan RUU Landas Kontinen serta RPP Keamanan Laut.

Dimana Pembaharuan mengenai UU Landasan Kontinental itu menjadi penting bagi kedaulatan Indonesia karena bisa menjadi modal dasar ketika Indonesia melakukan perundingan internasional, pemanfaatan serta pengelolaan sumber daya alam.

Sehingga Point utamanya, bagaimana UU ini harus memiliki kekuatan dan pengakuan dunia internasional sehingga ketika bersengketa terkait landasan kontinen, UU tersebut menjadi dasar hukum soal kedaulatan wilayah dan pengelolaan sumber daya-nya.

"Indonesia bisa belajar dari Tiongkok yang hanya bermodal cerita nenek moyangnya berhasil membuat narasi yang begitu ngotot dan berusaha menyakini negara lain bahwa wilayah yang berdasarkan nine dashline nya tersebut adalah wilayahnya," kata Sutisna.

Dimana itu memasukan wilayah Laut Natuna sebagaian dari wilayahnya. Tiongkok mengajarkan kepada kita semua betapa pentingnya sejengkal kedaulatan wilayah suatu negara yang merupakan bagian dari jati diri bangsanya.

Selain itu dengan adanya RPP Keamanan Laut sangatlah penting untuk menyusun sebuah Undang-undang yang berkaitan dengan ekosistem serta tata kelola laut. Sebab sejauh ini regulasi yang ada masih tumpang tindih dan perlu sinkronisasi.

Dimana saat ini tujuh lembaga/kementerian yang memegang koordinasi yang berkaitan dengan laut, dimana dari masing-masing instansi tersebut masih menjalankan tugas dan fungsinya sendiri sehingga hal itu perlu dikoordinasikan.

Tujuh lembaga/kementerian tersebut antara lain Bakamla, TNI Angkatan Laut, Kementerian Perhubungan, Bea dan Cukai, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Polisi air.

Diperlukan sebuah percepatan bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan ini agar dalam keamanan maritim diperlukan satu lembaga khusus yang menjadi leadernya agar tidak saling tumpang tindih didalamnya.

Oleh karena itu dengan adanya RUU Landasan Kontinen dan RPP tentang Tata Kelola Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia serta Wilayah Yurisdiksi Indonesia bisa segera dirampungkan agar hadirkan tata kelola kelautan yang lebih efisien.

FOLLOW US