• News

Boikot Pengadilan Militer Israel, Tahanan Palestina: Keputusan Kami Adalah Kebebasan

Asrul | Selasa, 04/01/2022 17:20 WIB
Boikot Pengadilan Militer Israel, Tahanan Palestina: Keputusan Kami Adalah Kebebasan Demo boikot pengadilan militer Israel (Foto: Aljazeera)

JAKARTA - Tahanan Palestina yang ditahan tanpa pengadilan atau dakwaan, melancarkan boikot terhadap pengadilan militer Israel di Tepi Barat.

Dalam langkah eskalasi yang disepakati oleh partai-partai politik Palestina, 500 tahanan administratif memulai tahun baru dengan menolak hadir untuk sesi pengadilan.

Boikot itu mencakup sidang-sidang awal untuk menegakkan perintah penahanan administratif, serta sidang-sidang banding, dan sidang-sidang selanjutnya di Mahkamah Agung.

"Keputusan kami adalah kebebasan, tidak untuk penahanan administratif," demikian pernyataan para tahanan dikutip dari Aljazeera pada Selasa (4/1).

"(Langkah ini) untuk mengakhiri penahanan administratif yang tidak adil yang dilakukan terhadap rakyat kami oleh pasukan pendudukan," sambungnya.

Para tahanan juga mencatat bahwa penggunaan kebijakan Israel telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir untuk memasukkan wanita, anak-anak dan orang tua.

"Pengadilan militer Israel adalah aspek penting bagi pendudukan dalam sistem penindasannya," kata para tahanan.

Mereka menggambarkan pengadilan sebagai "alat rasis biadab yang telah menghabiskan ratusan tahun dari kehidupan rakyat kami di bawah panji penahanan administratif, melalui pengadilan nominal dan fiktif yang hasilnya ditentukan sebelumnya oleh komandan militer daerah."

Boikot itu terjadi ketika kesehatan Hisham Abu Hawwash terus memburuk, salah satu tahanan yang sudah melakukan mogok makan hari ke-141, sebagai protes terhadap penahanan administratifnya sejak Oktober 2020.

Pria 40 tahun itu adalah yang terbaru dari serangkaian tahanan yang dalam beberapa bulan terakhir menolak makanan dan air, untuk menuntut kebebasan mereka.

Banyak dari mereka mencapai tahap kritis dan dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama sampai pihak berwenang Israel setuju untuk membebaskan mereka pada tanggal yang ditentukan.

"Apa yang membuat para tahanan mengambil langkah ini (boikot) adalah perkembangan dalam hal mogok makan individu, khususnya Abu Hawwash dan kekeraskepalaan intelijen (Israel)," tegas Sahar Francis, kepala hak-hak tahanan Addameer yang berbasis di Ramallah.

"Pria itu akan mati dan yang mereka lakukan hanyalah membekukan perintah penahanan administratif tanpa jaminan kapan akan berakhir," lanjut dia.

Abu Hawwash, ayah dari lima anak dari desa Dura dekat Hebron, menghadapi "bahaya kematian akibat kekurangan kalium dan aritmia," kata Dokter untuk Hak Asasi Manusia Israel (PHRI) pada hari Minggu.

"Penggunaan penahanan administratif dan rumah sakit sebagai pusat penahanan harus dihentikan," tambah kelompok itu.

Diketahui, penahanan administratif adalah kebijakan Israel yang mengizinkan penahanan tahanan tanpa batas waktu, tanpa pengadilan atau tuntutan, berdasarkan `bukti rahasia` yang tidak boleh dilihat oleh tahanan maupun pengacaranya. Setidaknya empat anak Palestina ditahan di bawah perintah tersebut.

Kelompok hak asasi manusia menggambarkan penggunaan praktik tersebut oleh Israel sebagai pelanggaran hukum internasional "terutama yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pengadilan yang adil yang diakui secara internasional."

"Penahanan administratif secara teratur digunakan sebagai tindakan pemaksaan dan pembalasan yang menargetkan aktivis Palestina, anggota masyarakat sipil, mahasiswa, mantan tahanan, dan anggota keluarga mereka," tutup Addameer.

FOLLOW US