• News

Perjalanan Rancabango Keluar dari Status "Kantung Kusta" Subang

Asrul | Senin, 18/10/2021 06:32 WIB
Perjalanan Rancabango Keluar dari Status "Kantung Kusta" Subang Tangan penderita kusta (Foto: Muti/Jurnas.com)

Katakini.com - Rendahnya pemahaman dan kurangnya sosialisasi mengenai penyakit kusta, pernah mengubah status Desa Rancabango, Kecamatan Patokbeusi, Subang, Jawa Barat sebagai kantung kusta pada 1992 silam.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Subbagian Tata Usaha Puskesmas Rancabango, Taufik Rahman, saat ditemui Jurnas.com beberapa waktu lalu.

Saat itu, Taufik sendiri yang turun menangani kusta di Desa Rancabango. Jumlah yang dia temui terbilang fantastis, mencapai 30 pasien per tahun. Itu belum termasuk masyarakat yang lebih memilih menyembunyikan penyakit kusta yang mereka derita.

"Umumnya mereka belum tahu pencegahannya. Ketika terkena kusta dan belum diobati, mereka bilang cuma bercak. Padahal kusta itu (kalau belum diobati) bisa jadi sumber penularan," terang Taufik.

Kondisi itu juga diperburuk oleh anggapan masyarakat tentang kusta. Kerap kali, penyakit ini dihubungkan dengan ilmu hitam hingga perbuatan klenik. Karena itu, penderitanya sering dikucilkan oleh masyarakat.

Soal ini, Taufik pernah menemukan seorang laki-laki penderita kusta di Desa Rancabango. Kulit di tubuhnya perlahan-lahan mengeras. Alih-alih berobat, laki-laki ini malah mengurung diri di rumah, karena meyakini penyakitnya karena guna-guna.

"Dia sampai stres karena enam bulan mengurung diri terus menerus. Akhirnya kita beri motivasi dan kasih obat. Alhamdulillah sekarang sudah sembuh, dan menikah. Sekarang dia bekerja jadi sopir," ujar Taufik.

Singkat cerita, Taufik atas nama Puskesmas Rancabango gencar memberikan edukasi kusta kepada masyarakat Rancabango, termasuk dengan menggaet NLR Indonesia, sebagai NGO yang bergerak dalam penanganan kusta di Indonesia.

Pihaknya juga menjaring penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan, dengan menyasar anak sekolah, masyarakat, hingga pengunjung posyandu.

"Dan biasanya kan ada pertemuan mingguan ibu-ibu, itu kami sudah kasih tau dari awal informasi tentang kusta. Kami juga menyampaikan ke apparat-aparat desa, kalau di hajatan-hajatan nanti petugas menyampaikan tentang kusta," kata dia.

Upaya ini membuahkan hasil. 29 tahun kemudian, jumlah penderita kusta di Desa Rancabango menurun drastis, hingga hanya enam orang tahun ini. Bahkan sudah mencapai nol kasus untuk kusta dengan cacat tingkat dua.

"Mulai tahun 2005 sampai sekarang berkurang dari 11 jadi enam per tahun. Tahun ini ada enam, cuma istimewanya tidak ada kasus cacat. Jadi kustanya cacat tingkat nol," tutur Taufik.

"Diharapkan jangan sampai ada cacat, kalaupun ada kusta, bisa kita temukan sedini mungkin," imbuh dia.

Taufik menggarisbawahi bahwa kusta bukan penyakit yang harus ditakuti. Meski menular, kusta masuk kategori paling kecil potensi penularannya.

Pun jika tertular, lanjut Taufik, kusta berpeluang besar sembuh asalkan rutin menjalani pengobatan. Sebab bagi pasien kusta, pantang melewatkan minum obat barang seharipun. Untuk durasi pengobatan beraneka ragam, mulai dari satu hingga tiga tahun.

"Penularannya bisa melalui kontak fisik, entah itu karena serumah atau tidur sekamar. Atau bisa juga melalui droplet," papar dia.

Technical Advisor NLR Indonesia untuk wilayah Jawa Barat, Dr. Udeng Daman menyebut pihaknya senantiasa mendukung upaya penanggulangan kusta di Indonesia, termasuk di Kabupaten Subang, yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun terakhir.

Menjalin kerja sama dengan dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan puskesmas, NLR Indonesia berkomitmen menekan angka kusta melalui peningkatan kapasitas petugas dalam tata laksana, termasuk pemberian obat pencegah kusta, sosialisasi tentang kusta, dan pengurangan stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta.

"Kami berharap dapat membantu Kabupaten Subang mencapai eliminasi kusta pada 2024 menuju Zero Leprosy," tandas dia.s

FOLLOW US