• News

Angka Anak Korban Perundungan di Media Sosial Didominasi Remaja

| Minggu, 03/10/2021 10:22 WIB
Angka Anak Korban Perundungan di Media Sosial Didominasi Remaja Para pembicara EU Social DigiThon Melawan Cyberbullying terhadap anak sesi berbagi pengetahuan dengan tema Cyberbullying: Ancaman yang Makin Meningkat di Kalangan Anak.

katakini.com--Angka anak yang menjadi korban perundungan di media sosial (children cyberbullying) semakin meningkat dan mengkhawatirkan.

Hal ini diungkapkan Manager Program Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Saiti Gusrini saat memberikan sambutan pada acara diskusi virtual tentang bagaimana melindungi anak-anak Indonesia dengan tema Cyberbullying: Ancaman yang Makin Meningkat di Kalangan Anak, Sabtu (2/10/2021)

Ia mengatakan beberapa hasil survei yang dilakukan baik oleh EU Kids Online Survey 2020, maupun Sejiwa, KPIA, Unicef, APJII maupun laporan yang diterima Polda Metro Jaya, sama-sama menunjukkan adanya kenaikan dari kasus perundungan yang paling banyak dialami oleh anak-anak usia remaja.

"Selama lebih dari satu tahun pandemi, anak-anak menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terkena dampak dari new normal," kata Saiti Gusrini.

Ia menembahkan dengan sebagian besar kegiatan yang berpindah secara daring atau online, platform digital telah digunakan untuk tujuan pendidikan dan pribadi, yang sayangnya menyebabkan peningkatan kasus cyberbullying.

"Cyberbullying adalah kondisi dimana seseorang merasa tidak nyaman terhadap komentar/informasi/gambar foto yang ditujukan untuk dirinya, yang bertujuan menyakiti, intimidasi, menyebar kebohongan dan menghina, yang di posting di internet, jejaring media atau teknologi digital lainnya, yang dilakukan oleh orang lain," jelasnya.

Pembicara pertama yakni pendiri Yayasan Sejiwa, Diena Haryana mengatakan media online memberikan dampak terhadap beberapa kasus yang dialami anak seperti ketergantungan gawai, cyberbullying, eksploitasi seksual serta penipuan online.

Menurut Diena, dampaknya bisa sangat besar, membekas hingga jangka panjang karena rasa malu yang ditimbulkan mengingat postingan buruk terhadap dirinya telah disaksikan ribuan orang netizen.

"Akibatnya sangat membahayakan, bukan hanya sebatas malu dan depresi bahkan hingga tindakan bunuh diri," ujarnya.

Sayangnya kata dia, banyak korban yang lebih memilih diam, tidak mengadukan kasus yang menimpanya, sehingga pada akhirnya mengganggu pertumbuhan jiwanya.

Ia memberi beberapa cara untuk mencegah dampak buruk cyberbullying yakni sebagai teman harus memberi dukungan untuk mendengarkan masalah yang dihadapi, menyemangati dan dapat mengajaknya untuk melaporkannya kepada guru atau orangtuanya.

"Kita juga dapat meng-counter informasi negative dengan memberikan komentar positif tentang sahabat kita," katanya.

Sebagai orangtua kata Diena, maka harus mengarahkan anak untuk memblok pelaku dan melaporkannya melakukan media social.

"Kita juga dapat mengalihkan anak dari media social melalui kegiatan lain seperti hobi, berlibur maupun hal-hal kreatif lainnya," katanya.

Bila sudah semakin parah dampaknya jelas Diena maka segera konsultasikan anak kepada ahlinya untuk mendapat tindakan terbaik.

Ia kembali menegaskan agar bijaklah dalam menggunakan media sosial, pikir baik-baik sebelum mem posting sesuatu karena jejak digital tidak akan mudah dihilangkan.

"Tumbuhkan empati dalam diri dan hindari mem posting hal-hal negative tentang orang lain karena hal itu tidak akan memberikan manfaat untuk hidup kalian," ujarnya.

Sementara Anna Surti Ariani dari IPK Indonesia (Ikatan Psikolog Klinis Indonesia) membeberkan data bahwa 45 % dari 2,777 anak muda usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying (Survey UNICEF U- Report 2021).

Ia menyebut alasan orang melakukan cyberbullying adalah yang bersangkutan ingin merasa kuat, harga dirinya rendah, kurang berempati, ingin popular dan tidak sadar akan dampak yang ditimbulkan.

Karena itu, Anna Surti Ariani mencermati beberapa ciri seseorang yang terdampak cyberbullying antara lain menarik diri, mudah emosi, menjadi cenderung pendiam dan tidak mau bersosialisasi.

"Selain itu, yang bersangkutan akan mengganti akun social media, tidak lepas dari gawai kehilangan minat melakukan kegiatan lain," katanya.

Cara mencegah anak menjadi korban cyberbullying jelas dia, yaitu membatasi waktu memegang gawai dengan skejul dan durasi tertentu serta memberikan edukasi terkait apa itu cyberbullying.

Termasuk membatasi konten dan aplikasi pada gawai dan enjadi contoh dalam memperilaku digital yang baik.

FOLLOW US