• News

Korban Tewas Kudeta Militer Myanmar Bertambah Jadi 805 Orang

Akhyar Zein | Rabu, 19/05/2021 12:26 WIB
Korban Tewas Kudeta Militer Myanmar Bertambah Jadi 805 Orang Ilustrasi. Korban tewas junta militer Myanmar (Reuters)

Katakini.com - Kelompok masyarakat sipil melaporkan, korban tewas oleh junta bertambah menjadi 805 orang sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.

Dalam laporannya pada Rabu dini hari, Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) mengumumkan ada tambahan tiga korban asal Negara Bagian Chin, Yangon, dan Bago.

Ketiga korban tewas pada Senin dan didokumentasikan pada Selasa.

AAPP mencatat, terdapat 4.146 orang yang masih ditahan, 92 orang di antaranya dijatuhi hukuman.

Menurut AAPP, pasukan junta menggunakan berbagai bentuk penindasan di daerah yang menentang kudeta militer.

Pada Senin malam, pasukan junta memutus pasokan air minum di Kotapraja Mindat, Negara Bagian Chin.

“Ini adalah ekspresi yang jelas menunjukkan kebencian militer terhadap warga sipil tak bersalah,” kata AAPP dalam keterangannya.

AAPP melaporkan, penembakan brutal yang dilakukan junta kian parah, di mana seorang warga sipil tewas ditembak di Kotapraja Daik-U, Bago, Senin malam.

Pasukan junta, kata AAPP, juga merusak bangunan milik pemerintah hingga milik pribadi sehingga mengakibatkan warga sipil hidup dalam ketakutan.

Penggerebekan dan penangkapan yang dilakukan pasukan junta di Desa Thalin, Sagaing, memaksa warga setempat melarikan diri sejak Senin siang.

Pasukan junta juga menghancurkan materi dalam sekolah pelatihan Bahasa Inggris IELTS di Kotapraja Muse, Negara Bagian Shan pada 16 Mei, karena tidak dapat menemukan target penangkapan.

Menurut AAPP, metode lain yang digunakan junta untuk melawan warga sipil adalah dengan pembakaran, seperti yang terjadi pada sebuah sekolah dasar di Kotapraja South Dagon, Yangon, Senin malam.

Setelah kejadian pembakaran itu, satu dari sembilan guru yang terlibat Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) ditangkap menyusul tuduhan kepala sekolah.

AAPP mengkritik komunitas internasional, termasuk ASEAN, karena terlalu lamban untuk bertindak atas krisis di Myanmar pasca-kudeta yang telah berlangsung selama lebih dari 100 hari.

“Rakyatlah yang akan terus menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia yang kejam dari rezim teroris yang tampaknya tidak ada habisnya ini,” ucap AAPP.(AA)

FOLLOW US