• News

LSM: Reformasi TNI Lebih Denting Dibanding Bentuk Komponen Cadangan

Akhyar Zein | Selasa, 26/01/2021 06:01 WIB
 LSM: Reformasi TNI Lebih Denting Dibanding Bentuk Komponen Cadangan Ilustrasi Tentara Nasional Indonesia

Katakini.com - Sejumlah organisasi pemerhati HAM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menilai keberadaan Komponen Cadangan yang rencananya akan dibentuk oleh Kementerian Pertahanan bakal memunculkan permasalahan baru.

Menurut Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, pembentukan komponen cadangan sudah bermasalah sejak dasar hukumnya, yaitu UU No 23/2019 tentang Pengaturan Sumber Daya Nasional (PSDN).

Aturan ini menurut Fatia memiliki sejumlah permasalahan fundamental karena mengancam hak konstitusional warga negara.

“Urgensi pembentukan komponen cadangan masih dipertanyakan. Pemerintah seharusnya fokus pada pembangunan TNI," jelas Fatia dalam keterangan resminya pada Senin.

Menurut dia, pembangunan TNI sebagai komponen utama pertahanan masih menyisakan pekerjaan rumah, seperti modernisasi alutsista yang terhalang anggaran, kesejahteraan prajurit dan beberapa agenda reformasi TNI yang belum tuntas.

Selain itu keberadaan komponen cadangan yang tidak jelas apakah termasuk militer atau sipil menimbulkan potensi pelanggaran hukum humaniter internasional khususnya prinsip pembedaan (distinction principle).

"Prinsip ini secara tegas membedakan dua kategori orang dalam situasi konflik bersenjata internasional, yaitu kombatan dan penduduk sipil.

“UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara ini mengadopsi konsep manunggal. Sudah semestinya kita melakukan koreksi terhadap praktik yang bertentangan dengan prinsip pembedaan ini," kata dia.

Selain itu penggunaan hukum militer bagi komponen cadangan selama masa aktif sebagaimana diatur pada Pasal 46 UU PSDN juga adalah kekeliruan fatal.

"Di saat reformasi militer tersendat karena belum dituntaskannya kasus pelanggaran HAM masa lalu, serta ketidaktundukan militer terhadap sistem peradilan umum, UU PSDN justru mewajibkan komponen cadangan tunduk terhadap hukum militer," tambah dia.

Dia juga menilai UU PSDN tidak mengadopsi prinsip dan norma hak asasi manusia secara penuh.

"Pasal 51-56 UU PSDN mengatur pendaftaran komponen cadangan oleh warga negara bersifat sukarela, tetapi ketentuan ini berbeda bagi komponen cadangan selain manusia yakni sumber daya alam (SDA) dan sumber daya buatan (SDB) yang tidak mengenal prinsip kesukarelaan," jelas Fatia.

Apalagi jelas Fatia aturan main penetapan SDA dan SDB sebagai komisi cadangan juga tidak rinci sehingga berpotensi melanggar HAM khususnya terkait hak atas properti (right to property).

UU ini juga mengancam dengan sanksi pidana terhadap anggota komponen cadangan untuk menolak panggilan mobilisasi meski itu dilakukan berdasarkan atas kepercayaan dan keyakinannya (Pasal 77 ayat (1)).

"Tiadanya pasal yang mengatur pengecualian bagi mereka yang menolak penugasan militer karena hal tersebut bertentangan dengan kepercayaannya merupakan pelanggaran Pasal 18 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang melindungi hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama," tambah dia.

Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo melakukan legislative review terhadap UU PSDN sebelum mengimplementasikannya.

Dia juga menilai pembentukan komponen cadangan sebaiknya fokus melibatkan pegawai negeri sipil dan tidak perlu menjadikan masyarakat secara umum sebagai bagian objek dari pelatihan dasar kemiliteran.

"Jumlah PNS yang cukup besar dapat menjadi potensi untuk komponen cadangan, serta kontrol terhadap PNS pasca pelatihan juga lebih terukur ketimbang masyarakat secara umum," pungkas Fatia.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia akan membentuk pasukan komponen cadangan sebagaimana diatur dalam UU No 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PDSN).

Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Bondan Tiara Sofyan mengatakan komponen cadangan berasal dari masyarakat sipil yang secara sukarela mendaftar untuk membantu komponen utama pasukan TNI menghadapi ancaman terhadap negara.

"Ini bukan wajib militer, pendaftaran komponen cadangan dibuka secara sukarela untuk usia 18-35 tahun. Jadi siapa yang mau ayo mendaftar nanti ada syarat-syaratnya, ikut seleksi," kata Bondan di   Jakarta.

Bondan mengatakan setelah mendaftar dan mengikuti seleksi, komponen cadangan akan mengikuti latihan militer selama tiga bulan.

Dia memastikan komponen cadangan akan dikerahkan jika negara dalam keadaan darurat dan bahaya.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3/2021 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara yang salah satunya mengatur mengenai komponen cadangan.

Kementerian Pertahanan pun menyatakan bakal melakukan perekrutan dalam waktu dekat.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan komponen cadangan diperlukan mengingat Indonesia negara yang mempunyai ancaman bencana alam maupun sosial yang tinggi.

“Ketika perang bisa jadi unit aktif, tapi bisa untuk operasi militer selain perang. Jadi strategisnya bisa jadi kombatan, tapi dalam situasi tidak perang, dia akan dimobilisasi untuk kebtutuhan kebencananan atau kemanusiaan,” ujar dia.

“Misalnyq sekarang ini dalam siatuasi pandemic ada krisis tenaga medis, skil para komponen cadangan akan terpakai,” tambah dia.

Menurut dia, selama ini komponen cadangan memiliki miss persepsi. Konsep ini menurut Willy sering dipandang sebagai intervensi militer ke ranah sipil, padahal dalam UUD setiap warga negara berhak membela negara.

Selain itu, kata Willy, jika tersedia komponen cadangan maka rekrutmen TNI bisa dilakukan lebih selektif dan terbatas.

“Kalau kita punya cadangan strategis, reformasi rekrutmen TNI bisa terkontrol. Profesionalismenya untuk perang dan operasional alat berat. Sedangkan tugas perbantuan, TNI bisa memberikan dilakukan dengan hanya memberikan asistensi pada komponen cadangan,” ujar dia.

Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan keterampilan komponen cadangan kata dia, sumber rekrutmen adalah pekerja formal, seperti PNS, karyawan BUMN, guru atau karyawan swasta.(Anadolu Agency)

FOLLOW US