• News

Penggunaan Teknologi Berlebihan Berpengaruh Buruk pada Perkembangan Otak Anak

Asrul | Sabtu, 16/01/2021 22:03 WIB
Penggunaan Teknologi Berlebihan Berpengaruh Buruk pada Perkembangan Otak Anak seminar online yang diselenggarakan oleh Siberkreasi bersama Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud, Sabtu (16 /01)

Jakarta, katakini.com - Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumeri mengatakan bahwa perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali mulai dari anak-anak usia dini sampai dengan orang dewasa.

“Teknologi bak pisau bermata dua, jika kita bisa memanfaatkan dengan baik tentu memiliki dampak positif yang bisa bisa membantu dalam berbagai hal, namun jika salah dalam memanfaatkan tentu akan menjadi bumerang,” ujar Jumeri ketika membuka seminar online yang diselenggarakan oleh Siberkreasi bersama Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud, Sabtu (16 /01)

Berbagai penelitian mengatakan, penggunaan gawai sebagai sarana untuk mengakses teknologi yang berlebihan terbukti dapat memberikan dampak buruk pada anak, terutama anak di usia dini.

Dr. Yetty Ramli, Dokter Spesialis Saraf Anak Departemen Neurologi RSCM mengatakan bahwa bagian otak anak usia dini yang sering terpapar gawai menunjukan adanya perubahan struktur otak. Penggunaan gawai yang berlebihan juga dapat mengganggu perkembangan kemampuan kognitif anak, seperti daya ingat, bahasa, daya tangkap, memori, juga kemampuan motoric, serta sensoris anak.

“Adanya pandemi, mengharuskan anak anak harus melakukan proses pembelajaran secara online. Tentu ini merupakan dampak positif kehadiran teknologi, namun juga memberikan dampak negatif, tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga faktor psikologis dan emosi anak,“ ujarnya.

“Penggunaan gawai dalam jangka panjang dan terus menerus memberikan efek samping pada fisik, seperti mata kering, sakit kepala, nyeri leher, kemudian juga berakibat kurangnya nafsu makan dan gangguan tidur. Selain itu, jika hal-hal yang diterima anak hal-hal negatif, bisa menyebabkan kecanduan atau adiksi, yang bisa mempengaruhi mental,” tambahnya.

Salah satu program literasi digital Kemenkominfo yang mengangkat tema “Dampak Teknologi Terhadap Perkembangan Otak Pada Anak” ini diharapkan mampu mendorong semua pihak, terutama guru dan orang tua untuk memahami kiat-kiat menghadapi tantangan dalam memanfaatkan teknologi dan gawai serta mampu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi terutama bagi anak-anak dalam hal yang positif.

Dalam kesempatan tersebut, Semuel A. Pangerapan, Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Kominfo mengatakan bahwa ada kesalahan pahaman terkait dengan transformasi digital yang seolah-olah berpindah tempat dari dari ruang physical ke ruang digital.

“Transformasi digital adalah bagaimana kita mengembrace atau memasukkan ruang digital ini menjadi bagian dari pada realitas dan bukan menggantikan, sehingga menjadi balance. Perlu suatu keseimbangan dan kita perlu mengatur nya dari awal secara ketat bagaimana anak-anak itu disiplin dalam memanfaatkan ruang digital ini supaya tidak berlebihan dan akhirnya terbawa dengan arus ruang digital yang terlalu dalam sehingga melupakan ruang fisik," ujarnya.

Datangnya pandemi ini, menurut Semuel, berdampak pada percepatan transformasi digital seperti yang diinstruksikan oleh presiden. Saat ini sudah ada 196 juta masyarakat yang sudah terkoneksi dengan internet atau 73%, tapi masih ada juga masyarakat kita yang belum mengakses internet dengan layak.

"Hal ini yang tengah diupayakan Kementerian Kominfo agar Internet bisa diakses masyarakat Indonesia dari manapun berada. Selain menyiapkan BTS, Kominfo juga tengah menyiapkan satelit yang akan diluncurkan di akhir 2022," tuturnya.

Selain fokus terhadap transformasi digital, lanjutnya, Kominfo juga terus melakukan literasi digital. Di sisi lain banyak sekali kita lihat masalah yang timbul, salah satunya adalah tema yang kita bahas hari ini dampak anak terhadap teknologi digital. Dampak-dampak ini terjadi karena tidak memahami apa itu ruang digital dan bagaimana kita menjalani atau beraktivitas di ruang digital.

"Untuk itu kita perlu meningkatkan digital skill masyarakat, kemampuan individu dalam mengetahui, memahami menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari” jelasnya.

Selain pengembangan digital skill, menurut Semuel, tiga pilar lain yang dibangun adalah digital culture, digital ethics, dan digital safety. Digital Culture adalah bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital yang harus tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinekaan.

Sementara digital ethics adalah kemampuan menyadari mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Dan berikutnya adalah digital safety atau kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital. Empat hal ini tertuang dalam Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang sedang disusun oleh Kementerian Kominfo.

FOLLOW US