• News

Indonesia Prihatin Atas Informasi Bias Dari Komisioner Tinggi HAM PBB Soal Papua

Akhyar Zein | Jum'at, 04/12/2020 06:01 WIB
Indonesia Prihatin Atas Informasi Bias Dari Komisioner Tinggi HAM PBB Soal Papua Peta Papua Barat

Katakini.com - Pemerintah Indonesia prihatin dengan keakuratan informasi terkait pernyataan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM  (OHCHR) mengenai rangkaian penangkapan dan kekerasan yang dialami masyarakat Papua dan Papua Barat dalam beberapa bulan terakhir.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah menyatakan informasi dan pernyataan yang disampaikan Juru Bicara OHCHR Ravina Shamdasarni tidak komprehensif serta mengandung bias.

Juru Bicara OHCHR Ravina Shamdasami  kata dia, menyebutkan ada 84 orang yang ditangkap pada 17 November 2020, padahal dalam kasus tersebut penangkapan dilakukan terhadap 54 orang.

Penangkapan itu juga dilakukan secara sah menurut hukum dan saat ini 54 orang tersebut telah dibebaskan.

Indonesia pun menyatakan intensitas konflik di Papua dan Papua Barat pada masa pandemi meningkat pesat dalam satu terakhir akibat maraknya aktivitas kelompok bersenjata separatis di sana.

"Mereka telah membunuh warga lokal dan juga orang lain, seperti guru dan petugas medis, dan menghancurkan fasilitas umum, menyebabkan kerusakan dan gangguan publik,"  ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah.

Kemenlu juga menyatakan kekerasan yang sedang berlangsung oleh kelompok bersenjata di Papua dan Papua Barat merupakan gerakan separatis yang bertentangan dengan Piagam PBB dan prinsip hukum internasional.

"Kami sangat kecewa bahwa pembunuhan warga negara yang tidak bersalah serta anggota pasukan keamanan dan polisi Indonesia oleh kelompok bersenjata di Papua dan Papua Barat, tidak ditampilkan di Pernyataan juru bicara," tambah dia. 

Indonesia memastikan menjunjung supremasi hukum dan menyediakan mekanisme pengaduan bagi warga negara yang merasa haknya dilanggar oleh aparat penegak hukum.

Kasus Intan Jaya belakangan ini, merupakan contoh konkret menyusul meninggalnya Pendeta Yeremias Canambani di Intan Jaya, Pemerintah Indonesia segera membentuk tim pencari fakta independen untuk menyelidiki kasus tersebut.

Dalam waktu kurang dari sebulan, tim pencari fakta menyimpulkan ada 8 personel militer Indonesia yang mungkin terlibat, dan kini menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Pemerintah Indonesia kata Teuku Faizasyah mengimbau kepada jajaran Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia untuk menghindari upaya politisasi masalah domestik negara.

Pemerintah Indonesia juga tetap membuka diri untuk membahas langsung perkembangan hak asasi manusia di Indonesia.

Sebelumnya, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) melalui keterangan resminya pada 30 November 2020 mengaku terusik dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa bulan terakhir di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Juru Bicara OHCHR Ravina Shamdasarni mengatakan pada September dan Oktober 2020 terjadi rangkaian pembunuhan yang meresahkan setidaknya enam individu, termasuk aktivis dan pekerja gereja, serta warga non-pribumi dan sedikitnya dua anggota pasukan keamanan juga tewas dalam bentrokan.

Penyelidikan oleh OHCHR kata dia juga menemukan seorang pekerja gereja Pendeta Yeremia Zanambani juga kemungkinan dibunuh oleh anggota pasukan keamanan.

OHCHR juga telah menerima banyak laporan tentang penangkapan terhadap 84 orang termasuk pembela hak asasi manusia, penasihat hak asasi manusia untuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dan tujuh anggota staf MRP ditangkap dan ditahan pada 17 November oleh pasukan keamanan di Kabupaten Merauke di Provinsi Papua.

"Penangkapan mereka terjadi menjelang konsultasi publik yang diselenggarakan oleh MRP tentang implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus di provinsi Papua dan Papua Barat. Fatuban dan yang lainnya dibebaskan pada 18 November," kata Juru Bicara OHCHR Ravina Shamdasarni.

OHCHR mendesak Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak-hak masyarakat atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai sejalan dengan kewajiban internasionalnya, terutama menjelang 1 Desember, ketika sering terjadi protes, ketegangan dan penangkapan.

"Kami juga meminta pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, independen dan tidak memihak terhadap semua tindakan kekerasan, khususnya pembunuhan, dan untuk semua pelaku - terlepas dari afiliasi mereka - untuk dimintai pertanggungjawaban," kata dia.(Anadolu Agency)

Keywords :

FOLLOW US