• News

AJI Catat 56 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Saat Liput Demo UU Ciptaker

Yahya Sukamdani | Senin, 26/10/2020 19:13 WIB
AJI Catat 56 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Saat Liput Demo UU Ciptaker Ilustrasi Pengunjuk Rasa

Katakini.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sedikitnya 56 jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat meliput demonstrasi menolak Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di berbagai daerah sepanjang 7-21 Oktober 2020.

Jumlah ini meningkat cukup signifikan dari laporan awal yang disampaikan pada 10 Oktober 2020 yang mencatat ada 28 kasus kekerasan.

``Berdasarkan data Divisi Advokasi AJI Indonesia, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Malang (15 kasus), Jakarta (8 kasus), Surabaya (6 kasus), dan Samarinda (5 kasus). Dari jenis kasus kekerasan yang dihadapi jurnalis, sebagian besar berupa intimidasi (23 kasus). Dua jenis lainnya adalah perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan (13 kasus) dan kekerasan fisik (11 kasus),`` kata Ketua AJI Indonesia, Abdul Manan, dalam rilis pers yang diterima katakini.com, Senin (26/10/2020).

Kekerasan terhadap jurnalis, terang Abdul, dikategorikan sebagai pelanggaran menurut Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Ironisnya, pelaku dari semua peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis ini adalah polisi, institusi yang seharusnya menegakkan hukum. Dalam kasus yang terjadi di Jakarta, ada enam jurnalis yang juga ditahan di Polda Metro Jaya bersama para pengunjuk rasa, meski dua hari kemudian dibebaskan.

Kasus kekerasan ini, ucap Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrim, menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh polisi. Saat terjadi demonstrasi mahasiswa menolak revisi UU KPK, RUU KUHP pada akhir September 2019 lalu, setidaknya ada 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Ada empat kasus dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan 3 kasus di Polda Sulawesi Barat. Sampai sekarang kasusnya belum ada kemajuan.

Menyikapi kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terus berulang, Sasmito mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memerintahkan adanya proses hukum terhadap personelnya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis, sebab melanggar UU Pers.

``Kekerasan terhadap jurnalis merupakan tindak pidana yang itu diatur dalam pasal 18 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, setiap tindakan yang menghambat atau menghalangi jurnalis mencari dan memperoleh informasi bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,`` ujar Sasmito.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga mendesak Kapolri, Jenderal Idham Azis memeriksa personel kepolisian di Polda Maluku Utara karena menolak laporan yang disampaikan jurnalis atas kekerasan yang dialaminya.

Sebagai penegak hukum, Sasmito menambahkan, polisi berkewajiban melaksanakan tugasnya untuk mengusut dugaan tindak pidana meski itu dilakukan oleh personel kepolisian. Kekerasan dan penghalang-halangan jurnalis dalam menjalankan tugas adalah tindak pidana yang diatur dalam Undang Undang Pers.

Selain desakan penegakkan hukum, AJI juga meminta Kapolri, Jenderal Idham Azis untuk mengkaji materi pendidikan di lembaga pendidikan kepolisian terkait soal bagaimana personel polisi menangani unjuk rasa. Tindakan personelnya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis, dan juga terhadap pengunjuk rasa, mencerminkan ketidakpahaman terhadap undang-undang.

``Jurnalis yang meliput dan massa yang berunjuk rasa sama-sama dilindungi oleh undang-undang. Tugas polisi sebagai aparat penegak hukum membuat hak itu bisa dilaksanakan dan hanya melakukan penindakan jika ada peristiwa pidana,`` bebernya.

Kepada DPR RI, AJI mendesak Komisi III DPR untuk mempertanyakan kinerja Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap jurnalis, Sebagai institusi yang memiliki mandat untuk melaksanakan fungsi pengawasan, DPR perlu memastikan bahwa Polri bekerja secara profesional dalam menegakkan hukum, termasuk memproses hukum personelnya yang terlibat dalam tindak pidana, termasuk melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Untuk menguatkan perlindungan pada jurnalis, AJI juga mendesak sejumlah lembaga negara seperti Kompolnas, Ombudsman, dan Komnas HAM untuk memastikan polisi bekerja secara profesional, termasuk melakukan proses hukum terhadap personel kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Sebab, kekerasan oleh polisi terhadap jurnalis ini merupakan peristiwa yang kerap berulang tapi para pelakunya hampir tidak ada yang diproses pidana. Proses hukum terhadap personel polisi pelaku kekerasan ini merupakan upaya penting untuk mengakhiri praktik impunitas terhadap pelaku kekerasan.

FOLLOW US