• News

Survei IKP 2020, Maluku Peringkat Satu Kebebasan Pers

Budi Wiryawan | Sabtu, 12/09/2020 03:05 WIB
Survei IKP 2020, Maluku Peringkat Satu Kebebasan Pers Ketua Dewan Pers Mohammad Nur

Katakini.com - Dewan Pers menggelar survei Indeks Kebebasan Pers (IKP) tahun 2020. IKP provinisi terendah 70,42 dan tertinggi di posisi 84,50.

Provinsi Maluku menempati peringkat satu dalam kategori kebebasan pers pada tahun 2019. Sementara propinsi paling rendah adalah Papua.

Anggota Dewan Pers Asep Setiawan menjelaskan IKP 2020 merupakan gambaran dari kemerdekaan pers pada 2019. Artinya status Propinsi Maluku menempati peringkat pertama adalah gambaran kebebasan pers tahun 2019.

Menurutnya, IKP memuat kategori penilaian mulai dari tidak bebas dengan skor mulai 1 sampai dengan 30, kurang bebas (31-55), agak bebas (56-69), cukup bebas (70-89), dan bebas ( 90-100).

Survei IKP yang dilakukan Dewan Pers mengangkat tiga lingkungan yakni fisik dan politik, ekonomi dan hukum. Kemudian dari lingkungan ini dibuat 20 indikator yang dirinci dalam 75 pertanyaan di dalam kuesioner. Survei dilakukan pada April-Mei 2020. Sekitar 306 informan ahli dari 34 provinsi mengisi kuesioner dan juga diwawancara secara mendalam melalui focus group discussion.

Hasil survei menyebutkan lima teratas di dalam IKP 2020. Wilayah-wilayah itu adalah Maluku (84,50) disusul kemudian Sulawesi Tengah (82,87), Kalimantan Timur (81,84), Sumatera Barat (81,26) dan Riau (81,22).

Sedangkan lima dari bawah dalam ranking IKP adalah Papua (70,42) kemudian Papua Barat (71,06), DKI Jakarta (72,63), Maluku Utara (72,98) dan Lampung (74,35).

"Angka-angka yang muncul dalam IKP di tingkat provinsi ini merupakan hasil survei terhadap informan ahli dari masing-masing provinsi," ungkap Asep.

Dia menegaskan dari survei tahun 2020, masalah yang masih menjadi perhatian adalah masih tingginya intervensi dari luar, lemahnya akses bagi kelompok rentan dan rendahnya keragaman pandangan di dunia pers. Selain itu juga tingkat independensi dari kelompok kepentingan yang kuat di dalam redaksi masih menempati peringkat di bawah, selain faktor tata kelola perusahaan yang juga berperingkat rendah.

Beberapa indikator di lingkungan hukum seperti independensi dan kepastian hukum lembaga peradilan menduduki peringkat rendah selain pelaksanaan etika pers dan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas yang juga rendah dibandingkan indikator lainnya.

Asep menyebut berdasarkan hasil survei yang ada, kesimpulan yang diambil antara lain pada tahun 2019, beberapa politisi dan partai politik menjadikan media massa sebagai kendaraan politik, di mana penggiringan opini kerap dilakukan melalui media milik pemimpin partai untuk menguntungkan kelompoknya. Ini menyebabkan pemberitaan di media menjadi kurang akurat, berimbang, dan cenderung eksploitatif.

Selain itu, perusahaan pers menjadi tidak independen dan tata kelola perusahaan kurang baik Pada Tahun Politik 2019 telah terjadi kekerasan terhadap wartawan di beberapa daerah, seperti di DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Kemunculan media alternatif seperti maraknya media sosial dan media siber yang tidak mengusung prinsip jurnalisme, sangat memengaruhi kualitas informasi yang beredar.

Media tersebut cenderung bersifat instan, tidak mengedepankan akurasi, keberimbangan, dan keadilan. Pada gilirannya, medsos dan media siber nonjurnalisme tersebut justru mendistorsi media serius yang mengusung prinsip jurnalisme (media massa).

"Juga banyak ditemukan mereka yang mengaku-ngaku wartawan tapi kurang atau bahkan tidak menjunjung tinggi etika pers, sehingga melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap media massa," tutup Asep.

FOLLOW US