• News

IPW Minta Usut Tuntas Persekongkolan Jahat Lindungi Buronan Joko Tjandra

Yahya Sukamdani | Kamis, 16/07/2020 19:37 WIB
IPW Minta Usut Tuntas Persekongkolan Jahat Lindungi Buronan Joko Tjandra Ketua Presidium IPW, Neta S Pane

Katakini.com  - Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi Mabes Polri yang telah mencopot Brigjen Prasetyo Utomo sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Brigjen Prasetyo Utomo terbukti bersalah atas pembuatan surat jalan buronan kasus korupsi Bank Bali, Joko Tjandra.

Namun IPW memnta usut tuntas persekongkolan jahat melindungi buronan kakap  Joko Tjandra.

IPW juga meminta agar jabatan Brigjen Nugroho Wibowo sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia harus dicopot lantaran telah menghapus red notice Joko Tjandra.

“Dari penelusuran IPW, dosa Brigjen Nugroho Wibowo sesungguhnya lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetyo,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (16/7/2020).

Sebab melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Joko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi.

Tragisnya, salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tgl 16:April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan red notice atas nama Joko Tjandra.

Surat itu dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

“Begitu mudahnya, Brigjen Nugroho membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia itu,” kata Neta.

Melihat fakta ini IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Joko Tjandra.

Jika Mabes Polri mengatakan pemberian Surat Jalan pada Joko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetyo, IPW meragukannya. Sebab dua institusi besar di Polri  terlibat "memberikan karpet merah" pada sang buronan, yakni Bareskrim dan Interpol.

“Kedua lembaga itu nyata nyata melindungi Joko Tjandra. Apa mungkin ada gerakan gerakan individu dari masing masing jenderal yang berinsiatif melindungi Joko Tjandra?” kata Neta.

Jika hal itu benar terjadi, lanjutnya, betapa kacaunya institusi Polri. Apa mungkin kedua Brigjen tersebut begitu bodoh berinisiatif pribadi "memberikan karpet merah" pada Joko Tjandra.

Neta juga mempertanyakan, kenapa Brigjen Nugroho yang baru duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol begitu lancang menghapus red notice Joko Tjandra? Apakah dia begitu digdaya bekerja atas inisiatif sendiri seperti Brigjen Prasetyo? Lalu, kenapa Dirjen Imigrasi tidak bersuara ketika Brigjen Nugroho melaporkan bahwa red notice Joko Tjandra sudah dihapus?

Menurut Neta, aksi diam para pejabat tinggi ini tentu menjadi misteri. Semua ini hanya bisa dibuka jika Presiden Jokowi turun tangan untuk membersihkan Polri, dengan cara membentuk Tim Pencari Fakta Joko Tjandra. Tanpa itu semua, kasus Joko Tjandra akan tertutup gelap karena tidak mungkin jeruk makan jeruk.

“Akibat ulah para jenderal itu, kasus Joko Tjandra menjadi catatan hitam bagi Polri. Lembaga kepolisian yang seharusnya wajib menangkap buronan malah melindungi sang buronan kakap, bahkan memberinya karpet merah,” tegas Neta.

 Bagaimana pun sebagai pimpinan, imbuh Neta, Kapolri Idham Azis dan Kabareskrim Sigit harus bertanggungjawab terhadap kekacauan ini. Jika Mabes Polri mengatakan kasus ini adalah inisiatif jenderal pelaku, bisa disimpulkan betapa tidak berwibawanya Kapolri dan Kabareskrim sehingga jenderalnya bisa bertindak ngawur seperti itu.

“Institusi Polri harus diselamatkan dari ulah para jenderal yang bermental bobrok. Setelah Brigjen Prasetyo, kini harus Brigjen Nugroho Wibowo yang segera dicopot dari jabatannya,” tutup Neta.

FOLLOW US