• Bisnis

Ditekan Corona, Industri Hulu Migas Minta Stimulus Pajak

Rizki Ramadhani | Rabu, 29/04/2020 09:19 WIB
 Ditekan Corona, Industri Hulu  Migas Minta Stimulus Pajak Ilustrasi kilang minyak

Katakini.com - Industri hulu migas mendapat tekanan selama pandemi virus corona (covid-19). Terkait hal itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi stimulus berupa pemotongan pajak.

SKK Migas meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar menunda atau mengurangi 100 persen pajak-pajak tidak langsung di industri hulu migas, khususnya untuk wilayah kerja eksploitasi. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bila kebijakan ini bisa diberikan, maka akan menyelamatkan gross revenue sekitar 4 persen sampai 12 persen dan cost recovery sekitar 4 persen.

Saat ini, katanya, SKK Migas sudah berkomunikasi dengan Sri Mulyani.

"Kabarnya menteri keuangan akan mengeluarkan pmk (peraturan menteri keuangan) untuk penundaan pajak," ucap Dwi dalam rapat virtualdengan Komisi VII DPR, Selasa (28/4/2020).

Kemudian, perlunya penundaan atau penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) LNG melalui penerbitan revisi Peraturan Pemerintah  Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Dwi, relaksasi ini perlu diberikan ke seluruh wilayah kerja yang menjual produknya sebagai LNG.

"Ini akan memberikan perbaikan cash flow bagi kontraktor," ungkapnya.

Dwi mengatakan saat ini usulan ini sudah diberikan ke Kemenkeu dan kementerian sudah melakukan harmonisasi untuk revisi PP, namun masih menunggu restu dari Sri Mulyani.

Selanjuntnya, meminta agar barang milik negara di hulu migas tidak dikenakan biaya sewa. Estimasinya bila direstui akan menyelamatkan 1 persen dari gross revenue untuk seluruh wilayah kerja yang baru menandatangani kontrak kerja sama di titik eksploitasi.

Dwi mengungkapkan usulan ini sudah didiskusikan antara SKK Migas, Kementerian ESDM, dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada awal April lalu. Namun, belum ada keputusan dari Kemenkeu.

FOLLOW US