• Gaya Hidup

Waspada Risiko Kecacatan Akibat Hipertensi

Syafira | Sabtu, 31/08/2019 11:33 WIB
Waspada Risiko Kecacatan Akibat Hipertensi Kebanyakan pengidap hipertensi tidak terdeteksi lantaran tidak mengalami gejalanya langsung (Foto: Netizen Pos)

Jakarta - Sekitar 26 persen populasi dunia atau sekitar 972 juta orang di tahun 2000 menderita hipertensi, dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat menjadi 29 persen pada tahun 2025.

Di Indonesia prevalensi hipertensi di tahun 2018 berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥ 18 tahun sebesar 34,1% persen.

Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebanyak 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55- 64 tahun (55,2%).
.
Banyak pasien hipertensi yang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi karena seringkali tidak adanya gejala.

Oleh karenanya hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau “silent killer”. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, mata, pembuluh darah besar (aorta) dan pembuluh darah tepi.

Jika tidak dikelola dengan baik, bukan hanya faktor risiko kematian yang dapat terjadi, namun juga meningkatnya risiko kecacatan akibat berkembangnya penyakit dan kerusakan organ penting tersebut.

Misalnya, hipertensi dapat menyebabkan sekitar 50 persen stroke iskemik (penyumbatan) dan juga meningkatkan risiko stroke hemoragik (perdarahan).
.
Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang yang parah. Sebagian besar orang yang mengalami stroke juga memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi.

Tekanan darah tinggi merusak arteri di seluruh tubuh, menciptakan suatu kondisi dimana arteri menjadi tebal dan kaku dan dapat pecah atau terjadi penyumbatan-penyumbatan.

Hal ini terjadi juga pada pembuluh-pembuluh darah di otak akibat dari tekanan darah tinggi sehingga akan menimbulkan risiko stroke yang jauh lebih tinggi. Itulah sebabnya mengelola tekanan darah tinggi sangat penting untuk mengurangi risiko terkena stroke.

Dr.Tunggul D.Situmorang,Sp.PD-KGH,FINASIM, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) mengatakan seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila secara meyakinkan memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada sedikitnya 3 kali pengukuran dengan cara dan alat yang benar selang waktu satu menit dalam suasana yang tenang, keadaan cukup istirahat di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.

Bila “meragukan”, dianjurkan untuk di ulang-ulang pengukurannya oleh pasien sendiri di rumah (Home Blood Pressure Monitoring = HBPM) atau bila ada fasilitas dengan mengukur TD secara 24 jam terus menerus dengan alat khusus (Ambulatory Blood Pressure Monitoring = ABPM).

Pasien harus memahami bahwa hipertensi primer tidak dapat sembuh total, tapi bisa dikendalikan tetap normal secara total.

FOLLOW US