Anggota Komisi IV DPR RI Rokhmin Dahuri. Foto: dpr
JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Rokhmin Dahuri menilai kebijakan pembelian beras tanpa memandang kualitas (at any quality) oleh Perum Bulog harus segera dievaluasi.
Menurut Rokhmin, niat awal pemerintah untuk menjamin pasar bagi petani sebenarnya baik. Namun, kebijakan pembelian beras dengan kualitas apa pun telah menimbulkan moral hazard yang merugikan kualitas stok nasional.
“Yang salah menurut saya ada kata-kata ‘kualitas apa pun’. Itu membuat moral petani jadi nakal. Misalnya panen umurnya harus 100 hari, (tapi) sebelum 100 hari sudah dipanen supaya dapat harga, atau bahkan direndam air sebelum dijual ke Bulog. Ini (kebijakan) sudah harus diganti,” kata Rokhmin dalam keterangan resmi dikutip pada Sabtu (22/11/2025).
Rokhmin menyebut harga dasar gabah kering panen (GKP) Rp6.500 per kilogram sudah cukup baik, tetapi tetap harus disertai standar kualitas yang jelas, seperti kadar air dan persyaratan teknis lainnya. Ia juga menyoroti penetapan harga eceran tertinggi (HET) beras yang berada di angka Rp12.500. Menurutnya, angka tersebut tidak sesuai dengan perhitungan biaya penggilingan maupun hasil konversi gabah ke beras.
“Dari (harga dasar) GKP menjadi (harga) beras (yang dijual di pasaran) itu (selisihnya) 50 persen, jadi kalau penggilingan tadi menjual (dengan harga) Rp13.000 aja rugi. Sudah kita sarankan untuk dinaikkan (menjadi) Rp14.500, harusnya udah diturutin,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Selain soal kualitas, Rokhmin mengungkapkan Bulog hingga kini menghadapi masalah serius dalam pelepasan stok. Rokhmin yang baru melakukan kunjungan ke gudang Bulog di Indramayu beberapa waktu sebelumnya, menyebut banyak beras menumpuk dan tak kunjung disalurkan.
“Gudang penuh, berasnya pada busuk, dan Bulog tidak bisa menyerap gabah lagi. Kerugian berlapis, sementara Bulog masih pakai pinjaman komersial. Itu fakta, sampai 300 ribu ton beras itu dilaporkan menjadi busuk, gak bisa dikonsumsi lagi,” katanya.
Rokhmin mempertanyakan pihak yang diduga “menahan” agar Bulog tidak melepas stok ke pasaran. “Itu yang harus dicari. Menurut saya itu penjahat yang menahan beras itu,” tambahnya.
Lebih jauh, terkait target swasembada pangan, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut menegaskan bahwa capaian tahun ini hanya berlaku untuk komoditas beras, bukan seluruh pangan. Kedelai dan gula, misalnya, masih jauh dari swasembada.
Untuk menjaga kualitas stok nasional, ia menekankan bahwa seluruh rantai pasok harus tetap mematuhi standar mutu.
“Persyaratan harus tetap ada. Jangan semua kualitas dibeli Rp6.500. Ada standar kadar air, refraksi, guli, butir rusak, dan lain-lain. HET juga jangan Rp12.500, setidaknya Rp14.000 supaya penggilingan tidak tergoda mengoplos,” tutupnya