Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Foto: MPR)
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong pembangunan sikap dan budaya toleransi di sekolah sebagai bagian upaya mewujudkan lingkungan pendidikan tanpa perundungan dan kekerasan.
"Upaya mencegah perundungan di lingkungan pendidikan tidak cukup dengan sosialisasi antikekerasan semata. Lebih dari itu harus aktif dibangun sikap dan budaya untuk saling toleransi antarasejumlah pihak di sekolah dan masyarakat dalam berinteraksi pada keseharian," kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/11).
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sepanjang 2024 terdapat 573 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Jumlah kasus itu naik lebih dari 100% jika dibandingkan dengan jumlah kasus kekerasan pada 2023 yang tercatat 285 kasus.
Menurut Lestari, meski tahun ini belum ada pihak yang merilis jumlah kasus terkini, maraknya pemberitaan di media massa terkait perundungan di lingkungan pendidikan harus segera direspons dengan langkah nyata.
Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, upaya pencegahan perundungan di lingkungan pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh.
Menurut Rerie, upaya yang dilakukan tidak cukup dengan membangun kesadaran masyarakat melalui sosialisasi terkait berbahayanya perundungan.
Lebih dari itu, tegas Rerie yang juga Anggota Komisi X DPR RI itu, setiap institusi pendidikan harus mampu membangun sikap toleransi yang tinggi sehingga budaya berinteraksi tanpa kekerasan di lingkungan pendidikan dapat dibangun.
Perundungan di lingkungan pendidikan, menurut Rerie, berdampak serius. Karena, tambah dia, dampaknya tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkontribusi pada memburuknya kesehatan mental peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar sejumlah pihak terkait terlibat aktif dalam proses membangun budaya anti-perundungan di lingkungan pendidikan dan masyarakat, demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa depan.